JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan terhadap Ketua DPD PKB Kota Banjar, Gun Gun Gunawan dan Ketua DPD PAN Kota Banjar, Hunes Hermawan. Kedua pejabat partai itu diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek di Dinas PUPR Kota Banjar.
Keduanya akan diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka mantan Wali Kota Banjar, Herman Sutrisno.
“Pemeriksaan dilakukan di Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Barat,” kata pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (23/2).
Selain Gun Gun dan Hunes, tim penyidik KPK juga turut memanggil tiga saksi lain di antaranya Anggota DPRD Kota Banjar dari Fraksi PPP Mujamil, mantan Anggota DPRD Kota Banjar dari Fraksi PPP Rosidin, dan mantan Anggota DPRD Kota Banjar dari Fraksi PAN Husin Hunawar. Ketiga anggota dan mantan legislator Kota Banjar itu juga bakal diperiksa untuk tersangka Herman Sutrisno.
KPK telah menetapkan, mantan Wali Kota Banjar, Herman Sutrisno dan Direktur CV. Prima, Rahmat Wardi sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Banjar tahun 2008- 2013 dan dugaan penerimaan gratifikasi.
Dalam konstruksi perkara, Rahmat Wardi yang merupakan seorang pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar diduga memiliki kedekatan dengan Herman Sutrisno selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013. Sebagai wujud kedekatan tersebut, diduga sejak awal telah ada peran aktif dari Herman di antaranya dengan memberikan kemudahan bagi Rahmat Wardi untuk mendapatkan izin usaha, jaminan lelang dan rekomendasi pinjaman bank.
Sehingga Rahmat Wadi bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaaan di Dinas PUPRPKP (Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman) Kota Banjar.
Lantas pada 2012-2014, Rahmat Wardi dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp 23, 7 miliar. Hal ini sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman Sutrisno, maka Rahmat Wardi memberikan fee proyek antara 5 persen sampai dengan 8 persen dari nilai proyek kepada Herman Sutrisno.
Bahkan pada sekitar Juli 2013, Herman Sutrisno diduga memerintahkan Rahmat Wardi melakukan peminjaman uang pada salah satu Bank di Kota Banjar, dengan nilai yang disetujui sekitar Rp 4,3 miliar. Kemudian digunakan untuk keperluan pribadi Herman Sutrisno dan keluarganya. Sedangkan untuk cicilan pelunasannya tetap menjadi kewajiban Rahmat Wardi.
Selain itu, Rahmat Wardi juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas kepada Herman Sutrino dan keluarganya, di antaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Selanjutnya, Rahmat Wardi juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan oleh Herman Sutrisno.
Selama masa kepemimpinan Herman Sutrino sebagai Wali Kota Banjar dari tahun 2008-2013 diduga
pula banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemerintahan Kota Banjar. Saat ini Tim Penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi dimaksud.
Rahmat Wardi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu Herman Sutrino disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau huruf (b) atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.