JawaPos.com – Razia selama enam bulan terakhir di Surabaya berhasil menjaring 3.519 pelanggar protokol kesehatan. Juga ada 67 tempat usaha yang dinyatakan tidak memenuhi standar prokes. Dalam satu semester itu, terkumpul Rp 437,3 juta. Dewan meminta uang tersebut dialokasikan untuk warga yang kurang mampu.
Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi antara Satpol PP Surabaya dan Komisi A DPRD Kota Surabaya secara virtual Rabu (11/8). Kepala Satpol PP Kota Surabaya Eddy Christijanto menyatakan, denda prokes yang terkumpul langsung disetorkan ke kas daerah. Namun, uang tersebut belum bisa dimasukkan di sektor pendapatan. Sebab, dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) memang tidak tercantum denda prokes sebagai salah satu sektor pendapatan daerah.
Lalu, untuk apa uang tersebut? Mantan kepala BPB linmas itu belum bisa memberikan penjelasan. Sebab, hal tersebut merupakan wewenang kepala daerah. ’’Tugas kami adalah menindak dan melaporkan hasil penindakan ke pimpinan. Tidak hanya jumlah pelanggar, juga denda yang terkumpul selama penindakan,” paparnya.
Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya Imam Syafi’i meminta agar denda yang terkumpul dikembalikan kepada rakyat. Bentuknya berupa bantuan sosial (bansos). Sasarannya warga kurang mampu yang belum mendapatkan bantuan apa pun. ’’Yang begitu-begitu banyak. Mereka kondisinya tidak mampu. Tetapi, tidak mendapat bantuan apa pun,” katanya.
Menurut Imam, tidak ada aturan yang dilanggar ketika denda yang terkumpul dialokasikan untuk warga kurang mampu dalam bentuk bansos. Toh, denda tersebut juga tidak ada plot anggarannya di dalam struktur APBD. ’’Mau dipakai apa lagi? Penanganan Covid-19 sudah menggunakan anggaran dari hasil realokasi dan refocusing. Jadi, lebih baik itu digunakan untuk bansos bagi warga kurang mampu,” jelas politikus Nasdem itu.