JawaPos.com – Ahli dari Badan Nasional Narkotika (BNN) Ahwil Loetan menegaskan, transaksi undercover buying hanya boleh dilakukan setelah ada izin tertulis dari setingkat Kapolri atau pejabat yang ditunjuk. Hal itu berkenaan dengan undercover buying yang bertujuan untuk menangkap tersangka dalam tindak pidana narkotika.
Pernyataan itu disampaikan Ahwil dalam sidang sebagai saksi dengan Terdakwa Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (6/3).
“Jadi surat perintah ini hukumnya wajib. Jadi kalau tanpa surat perintah, ini hukumnya liar,” ujarnya dalam persidangan.
Pasalnya, kata Ahwil, kalau surat perintah ini tidak ada, dalam pelaksanaannya bisa terjadi tabrakan saat petugas melakukan aksinya.
“Harus ada surat tugas karena kalau tidak, bisa terjadi tabrakan. Waktu melakukan undercover buying bisa ditangkap oleh kesatuan yang lain,” paparnya.
Selain itu, ia mengungkapkan bahwa dalam hal transaksi undercocer buying, barang yang ditransaksikan haruslah berasal dari barang yang dibeli sendiri, bukan barang sitaan seperti dalam kasus dari barang sitaan Polres Bukittinggi.
Untuk diketahui, dalam perkara ini, Teddy Minahasa didakwa bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan Polres Bukittinggi seberat lebih dari 5 kilogram.
Total ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa. Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma’arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan para terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2, juncto Pasal 132 Ayat 1, juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.