JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak punya keseriusan menangkap daftar pencarian orang (DPO) Harun Masiku, meski saat ini telah masuk ke dalam DPO internasional. Sedari awal, keseriusan itu seharusnya dilakukan untuk menangkap mantan calon legislatif (Caleg) PDIP tersebut.
“Sangat tidak serius karena dulu waktu bisa ditangkap tapi tidak ditangkap. Waktu kabur sejak awal mestinya langsung red notice tapi nyatanya tidak ada red notice,” kata Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dikonfirmasi, Minggu (1/8).
Pegiat antikorupsi ini lantas menyinggung komitmen Ketua KPK Firli Bahuri terkait keseriusan untuk menangkap Harun Masiku. Menurutnya, pernyataan Firli hanya sekedar janji untuk menghindari protes publik.
Baca Juga: Mantan Caleg PDIP Harun Masiku Jadi Buronan Internasional
“Firli sejak awal selalu ngomong akan bisa nangkap tapi nyatanya hanya janji. Kalau baru sekarang red notice, itu artinya hanya lip service sekedar menghindari kemarahan rakyat,” cetus Boyamin.
Sebelumnya KPK menyatakan, Harun Masiku kini resmi menjadi buronan internasional. KPK menyampaikan, upaya pelacakan juga terus dilakukan KPK dengan menggandeng kerja sama para pihak, Bareskrim Polri, Dirjen Imigrasi Kemenkumham dan NCB Interpol. Terlebih kini red notice untuk Harun Masiku telah diterbitkan.
“Informasi terbaru yang kami terima bahwa pihak Interpol benar sudah menerbitkan red notice atas nama DPO Harun Masiku,” ujar Ali, Jumat (30/7).
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau seluruh masyarakat yang mengetahui keberadaan DPO Harun Masiku, baik di dalam maupun luar negeri, agar segera menyampaikan informasi kepada KPK, Polri, Kemenkumham ataupun NCB Interpol.
“KPK berharap bisa segera menangkap DPO Harun Masiku,” tegas Ali.
Sebagaimana diketahui, tersangka Harun Masiku sudah 17 bulan menjadi DPO KPK. Harun yang merupakan mantan Caleg PDI Perjuangan ini ditetapkan sebagai tersangka bersama mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, dan Saeful Bahri.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun Masiku dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Wahyu dan Agustiani telah divonis dalam kasus ini. Mantan komisioner KPU itu divonis enam tahun penja, sedangkan Agustiani Tio divonis empat tahun penjara. Sementara itu, Saeful Bahri telah divonis satu tahun dan delapan penjara.
Saeful Bahri terbukti bersama-sama Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan melalui mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Ketiganya telah dijebloskan ke Lapas untuk menjalankan hukuman pidana.