JawaPos.com–Sekitar 90 persen bahan baku industri farmasi masih impor. Karena itu ketika ada kenaikan dolar, berisiko memengaruhi produksi.
Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby mengatakan, ada 200 juta lebih penduduk Indonesia yang tergabung dalam program JKN. Namun, peserta yang aktif hanya 202 juta. Artinya, ada 43 juta orang yang tidak aktif.
”Yang tidak aktif itu maksudnya kalau sakit belum tentu juga menggunakan fasilitas kesehatan dengan JKN,” kata Mahlil Ruby di Rakernas dan Seminar Nasional Inter Profesi Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan KSPSI.
Mahlil menilai, market industri farmasi di Indonesia masih terbuka. Berdasar catatan, sepanjang 2022, ada 330 juta utilitas kesehatan yang digunakan. Itu artinya, lanjut dia, ketika ada yang menggunakan utilisasi kesehatan pasti menggunakan obat atau farmasi.
Menurut Mahlil, PR besar industri farmasi di Indonesia adalah tak sedikit akses kesehatan belum baik dan mencari tahu siapa yang menikmati angka anggaran untuk farmasi.
”Sepanjang 2022, kami itu membayar Rp 113,3 T ke rumah sakit. Ada 40-45 persen untuk bahan farmasi, sekitar Rp 60 T untuk farmasi,” papar Mahlil Ruby.
Tahun ini, Mahlil menyatakan, pihaknya mengucurkan anggaran sebanyak Rp 142 T untuk fasilitas kesehatan. ”Saya berharap di rakernas kali ini bisa menelurkan program yang pro industri farmasi ke depan,” tambah Mahlil Ruby.
Sementara itu, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan Zainudin menyoroti, baru 61 persen pekerja farmasi yang terlindungi BPJS Ketenagakerjaan. Karena itu, dia mendorong agar 39 persen pekerja farmasi bisa mendapatkan perlindungan dari BPJS Ketenagakerjaan.