Wapres Sebut Tahapan Pemilu Tetap Jalan Terus
JawaPos.com – Komisi Yudisial (KY) segendang sepenarian dengan derasnya kritik terhadap keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait penundaan Pemilu 2024.
KY menyebut putusan itu mengesampingkan aspirasi masyarakat. Juga, mengesampingkan aspek yuridis kepatuhan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Untuk itu, KY akan berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) untuk mengklarifikasi majelis hakim yang diketuai T. Oyong terkait putusan yang berpotensi menimbulkan krisis politik di Indonesia tersebut. ’’Komisi Yudisial mencermati substansi putusan PN Jakpus tersebut yang pada dasarnya menimbulkan tanda tanya dan kontroversi. Sebab, putusan pengadilan tidak bekerja di ruang hampa,” kata Juru Bicara KY Miko Susanto Ginting di Jakarta kemarin (3/3).
Dalam sidang yang diketuai T. Oyong dengan hakim anggota H Bakri dan Dominggus Silaban itu, sesuai salinan putusan perdata gugatan nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt. Pst menyebutkan, menerima gugatan penggugat seluruhnya. Penggugat dalam hal ini adalah Partai Prima yang dinyatakan KPU tidak lolos sebagai partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi. Lalu, menyatakan tergugat dalam hal ini KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Majelis menghukum KPU membayar ganti rugi Rp 500 juta. Juga, menghukum KPU untuk tidak melaksanakan tahapan Pemilu 2024 sejak putusan diucapkan dan melaksanakan pemilihan umum dari awal selama kurang lebih dua tahun empat bulan tujuh hari.
Menurut Miko, ada aspirasi masyarakat yang hidup secara sosiologis. Ada aspek yuridis berupa kepatuhan terhadap UUD 1945 dan UU. Begitu pula dengan nilai-nilai demokrasi. Seharusnya, semua itu dipertimbangkan hakim dalam memutus suatu perkara.
”Karena itu, KY melakukan pendalaman terhadap hakim yang membuat putusan itu,” paparnya.
Dalam pendalaman tersebut, salah satu yang dilakukan bisa memanggil hakim untuk klarifikasi. Bila ada dugaan pelanggaran perilaku yang kuat, KY akan segera memeriksa hakim atau majelis hakim. ”Kami koordinasi dengan MA terkait putusan ini juga,” ujarnya.
Meski begitu, substansi putusan berupa penundaan pemilu bukanlah kewenangan KY. Tidak ada kewenangan yang menilai baik atau buruk suatu putusan. Forum yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan substansi sidang itu adalah melalui upaya hukum.
”Domain KY hanya kode etik dan perilaku hakim,” terangnya.
Saat ditanya apakah putusan melampaui kewenangan itu bisa berasal dari pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, Miko belum bisa menjawabnya. ”Mengacu ke keterangan resmi saja dulu ya,” paparnya kepada Jawa Pos.
Sementara itu, parpol-parpol peserta pemilu terus mengkritik putusan PN Jakpus. Salah satunya Partai Nasdem. Ketua Bidang Hubungan Legislatif DPP Partai Nasdem Atang Irawan mengatakan, putusan PN Jakpus merupakan penodaan terhadap konstitusi.
”Karena dalam putusan itu disebutkan bahwa KPU dihukum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024. Padahal, amanat konstitusi jelas menyatakan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali,’’ ujarnya.
Atang yang juga pakar hukum tata negara menganggap, putusan PN Jakpus merupakan turbulensi yustisial yang mencoreng muka eksistensi peradilan. Tak hanya itu, putusan tersebut juga mencurigakan karena sengketa sebelum pencoblosan yang berdimensi administratif menjadi domain Bawaslu dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). ”Seharusnya, PN Jakpus menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard), tetapi justru diterima,’’ bebernya.
Kecurigaan publik semakin kuat karena gugatan perdata tersebut menggunakan dasar perbuatan melawan hukum (PMH). Padahal, Perma Nomor 2/2019 menyatakan bahwa perbuatan melanggar hukum oleh badan atau pejabat pemerintahan dan keputusan KPU, selain penetapan perolehan suara, merupakan perbuatan pemerintahan yang menjadi domain Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN ).
Pernyataan senada disampaikan Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi. Dia menyatakan, PN Jakpus menetapkan keputusan di luar kewenangannya. Sebab, secara yuridis, perselisihan atas proses penetapan partai politik sebagai peserta pemilu menjadi kewenangan lembaga lain, yaitu Bawaslu dan PTUN, sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Viva menegaskan, PN Jakpus tidak memiliki kompetensi atau kewenangan absolut. Urusan sengketa penetapan parpol sebagai peserta pemilu tidak ada kaitannya dengan peradilan umum.
”Maka, putusan PN Jakpus bersifat ilegal atau tidak sah,” tegasnya.
Sementara itu, Bawaslu sedang melakukan kajian terkait implikasi putusan PN Jakpus. Anggota Bawaslu Puadi mengatakan, putusan PN Jakpus patut dihargai, namun tetap dengan catatan.
Menurut dia, penundaan pemilu tidak mungkin dilakukan hanya dengan adanya amar putusan PN. Sebab, Pasal 22E Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945 telah menggariskan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden, dan wakil presiden dilakukan lima tahun sekali. Hal itu juga diatur dalam UU Pemilu.
Menurut Puadi, pemilu merupakan agenda fundamental negara. Jika ingin menunda pemilu, dibutuhkan perubahan UUD. ”UU Pemilu kita tidak mengenal penundaan pemilu, yang ada dalam UU pemilu hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan,” tegasnya.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan putusan PN Jakpus. Dia menegaskan bahwa putusan itu melampaui kewenangannya karena pemilu diatur UUD dan UU Pemilu. Selama UU belum berubah, Pemilu 2024 harus mengacu pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Doli menegaskan bahwa komisinya akan memanggil KPU untuk membahas persoalan tersebut. KPU memang akan mengajukan banding, tapi bandingnya harus tepat.
”Makanya kami akan memanggil KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk memastikan persiapan jalan terus,” ungkap wakil ketua umum DPP Partai Golkar itu.
Sementara itu, kendati Presiden Jokowi belum merespons putusan kontroversial yang berpeluang membuatnya menguasai kursi presiden lebih panjang dari yang diatur konstitusi, Wakil Presiden Ma’ruf Amin angkat bicara soal putusan PN Jakarta Pusat. Dia menegaskan bahwa putusan atau vonis tersebut adalah ranah dari yudikatif.
’’Ya kita tunggu, kan KPU (mengajukan) banding. Karena masalah ini kan bukan masalah mudah ya,’’ katanya di kompleks Istana Wakil Presiden Jakarta Pusat kemarin (3/3).
Menurut dia, putusan PN Jakarta Pusat yang salah satunya meminta Pemilu 2024 untuk ditunda bukan persoalan sepele. Dia juga mempertanyakan apa ada kewenangan dari pengadilan negeri untuk menetapkan penundaan pemilu.
Untuk itu, Ma’ruf mengatakan, pemerintah atau eksekutif juga terus mempelajari putusan tersebut. Bahkan, Menko Polhukam Mahfud MD sudah menyampaikan, putusan atau vonis PN Jakarta Pusat itu harus dilawan.
Ma’ruf menegaskan, persiapan atau tahapan Pemilu 2024 harus tetap berjalan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. ’’Semua berlanjut. (Vonis PN Jakarta Pusat) ini kan baru putusan yang belum tentu nanti itu memperoleh legitimasi,’’ jelasnya.