JawaPos.com – Efek rentetan bencana alam yang melanda berbagai daerah di Jatim begitu besar. Bukan hanya bagi warga di wilayah bencana, kerugian materiil yang ditimbulkan juga tidak sedikit.
Berdasar data BPBD Jatim hingga akhir Februari, sedikitnya 23.031 KK terdampak. Paling banyak adalah korban bencana banjir, angin kencang, serta tanah gerak/longsor.
Kerusakan imbas bencana juga terjadi pada sederet infrastruktur maupun fasilitas publik. Lima jembatan terputus serta 12 tanggul dan plengsengan rusak. Itu belum termasuk penurunan kualitas jalan serta kerusakan lain.
Dampak bencana yang paling terasa terjadi di sektor pertanian. Berdasar data terakhir Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jatim, sedikitnya 3.923 hektare terdampak bencana, mayoritas banjir.
Dari jumlah itu, 786,28 hektare lahan pertanian mengalami puso. Mayoritas terjadi di wilayah langganan banjir. Di antaranya, Mojokerto Raya, Tuban, Lamongan, Ngawi, dan Bojonegoro. ’’Dari data itu, sebagian terjadi di daerah yang mengalami banjir tahunan,’’ ucap Kepala DPKP Jatim Dydik Rudy Prasetya kemarin.
Sebenarnya, kata Rudy, pihaknya sudah menyarankan petani untuk tidak menanam saat musim rawan bencana tiba. Namun, faktanya sulit diterapkan. ’’Kami juga menyosialisasikan agar petani mengikuti asuransi usaha tani padi (AUTP). Lewat program ini, petani mendapat pertanggungan Rp 6 juta per hektare,’’ katanya.
Di bagian lain, hingga kemarin, rentetan bencana alam akibat cuaca ekstrem masih melanda sejumlah wilayah Jatim. Di Malang, selama tiga hari terakhir, dua insiden tanah longsor terjadi di Kecamatan Pujon, tepatnya di jalan akses utama Malang–Kediri.
Insiden pertama terjadi pada Senin (27/2) malam. Tebing di pinggir jalan tersebut tergerus selebar 40 meter dan ketinggian 15 meter. Akibatnya, arus lalu lintas di jalur utama itu sempat lumpuh. ’’Setelah dibersihkan, lalu lintas mulai lancar sekitar pukul 10.00 tadi (kemarin, Red),’’ kata Kapolsek Pujon AKP Purwanto Sigit Raharjo kemarin.
Namun, tadi malam (28/2), longsor kembali terjadi di kawasan perbukitan di sepanjang jalur tersebut.
Di Ponorogo, fenomena tanah gerak yang terjadi di Desa Tumpuk, Sawo, masih terus berlangsung. Dari pengamatan, setiap jam terjadi pergeseran tanah 1–2 sentimeter. Sampai-sampai aparat setempat tengah mencari lahan alternatif untuk merelokasi warga terdampak.