JawaPos.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, pihaknya berencana kembali memanggil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Arsjad Rasjid. Sebab, Arsjad Rasjid sebelumnya mangkir dari panggilan.
Padahal, keterangan Arsjad Rasjid penting untuk melengkapi berkas acara pemeriksaan (BAP) Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. “Tentu kalau penyidik menganggap keterangan yang bersangkutan sangat penting dalam rangka mendapat alat bukti yang cukup, pasti akan dipanggil ulang,” kata Alex kepada wartawan, Rabu (1/3).
Meski demikian, Alex mengaku tidak mengetahui materi apa yang ingin digali penyidik terhadap Direktur Utama PT Indika Energy itu. Menurut Alex, hal itu tentunya menjadi rahasia penyidik dalam mengungkap kasus dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe.
“Itu menjadi domain penyidik dalam rangka mendapat alat bukti yang cukup,” tegas Alex.
Sebelumnya, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menduga, Arsjad Rasjid Mangkuningrat mengetahui penggunaan jet pribadi yang disewa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe. Namun, sampai saat ini KPK belum juga melakukan pemeriksaan terhadap Arsjad Rasjid.
Arsjad Rasjid sedianya dipanggil dari pemeriksaan KPK pada Selasa (13/12) lalu. Namun, Direktur Utama PT Indika Energy Tbk itu tidak hadir dari panggilan penyidik KPK.
“Dari informasi yang kami peroleh, apa yang dibutuhkan yaitu terkait dengan sewa menyewa private jet tersangka LE (Lukas Enembe),” ucap Ali Fikri, Selasa (17/1).
KPK beralasan, memiliki bukti dari pihak lain terkait penyewaan pesawat jet pribadi oleh Lukas Enembe. Lembaga antirasuah, tak memberikan jawaban apakah keterangan Arsjad Rasjid masih diperlukan dalam pengusutan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe.
“Kemarin memang kami panggil saksi itu tapi sedang ibadah umroh, sehingga tidak bisa kami hadirkan. Tapi ternyata dari keterangan saksi-saksi lain sudah cukup dari data itu,” tegas Ali.
Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe (LE) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan infrastruktur. Lukas ditetapkan sebagai tersangka bersama Bos PT Tabi Bangun Papua (PT TBP), Rijatono Lakka (RL).
Lukas Enembe ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikaso. Sementara, Rijatono Lakka ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Lukas diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar dari Rijatono. Suap itu diberikan untuk memuluskan perusahaan Rijatono dalam rangka memenangkan sejumlah proyek pembangunan di Papua.
Sedikitnya, ada tiga proyek di Papua bernilai miliaran rupiah yang dimenangkan perusahaan Rijatono Lakka untuk digarap. Ketiga proyek tersebut yakni, proyek multi years peningkatan jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp 14, 8 Miliar.
Kemudian, proyek multi years rehab sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp 13,3 miliar. Selanjutnya, proyek multi years penataan lingkungan venue menembak outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
KPK juga menduga, Lukas Enembe menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. Saat ini, KPK sedang mengusut dugaan penerimaan gratifikasi tersebut.