Inovasi Pembantu Para Guru Berbasis Kecerdasan Artifisial Bawa Miklos Sunario Berpidato di PBB
Antusiasme ribuan anak di negeri tempat dia dilahirkan yang membuat bersemangat mengajar yang pada akhirnya turut melahirkan EduBeyond. Aplikasi pemenang kompetisi internasional itu menghadirkan konten pembelajaran menyesuaikan dengan kemampuan dan bakat peserta didik.
M. HILMI SETIAWAN, Jakarta
—
AGUS Sunario kaget benar. Sudah pukul 02.00 waktu Vancouver, Kanada, tapi anak ketiganya, Miklos Sunario, masih aktif di depan layar komputer.
”Setelah saya dekati, baru saya tahu kalau dia sedang mengajar bahasa Inggris secara virtual sejumlah anak di Indonesia,” kata Agus saat ditemui Jawa Pos di Jakarta pada Selasa (21/2) pekan lalu tentang apa yang dia alami pada pertengahan 2020 itu.
Para murid Miklos bukan hanya dari Indonesia, tapi juga sejumlah negara lain. Pernah, tutur sang ayah, saat makan malam bersama keluarga di suatu akhir pekan, Miklos memilih pulang duluan.
”Ternyata waktu itu jadwalnya mengajar,” kata pencipta dan pembicara Program Brain Power dan Mind Setting tersebut tentang sang anak yang saat itu duduk di sebelahnya di sebuah hotel di ibu kota.
Relasinya dengan mereka yang dia ajar di tanah air berawal dari kepeduliannya kepada anak-anak yang kurang beruntung.
Kelas virtual itu semula untuk anak-anak asuh keluarga Agus Sunario di Indonesia. Tapi kemudian menyebar luas.
Dari sanalah cikal bakal aplikasi EduBeyond buatan Miklos dan dua kawannya berasal. Aplikasi tersebut membantu peran mentor, guru, atau sejenisnya dalam pembelajaran virtual. Berbekal aplikasi pembelajaran berbasis kecerdasan artifisial (artificial intelligence/AI) itu pula yang membawanya pada pengalaman berharga: diundang menjadi pembicara pada sidang PBB akhir Januari lalu.
Miklos mengaku sangat suka mengajar bahasa Inggris dengan waktu pengajaran yang fleksibel itu. Dari Indonesia saja, muridnya bisa mencapai 2.000 anak dari beragam sekolah di berbagai daerah.
Mengajar pada pukul 02.00 dini hari dipilihnya karena menyesuaikan waktu di Indonesia. Vancouver lebih lambat 15 jam ketimbang Jakarta. Meskipun harus begadang, dia tidak merasa mengantuk.
Rasa kantuknya terbakar oleh peserta didik yang begitu bersemangat mengikuti kelas virtual tersebut. ”Saya sangat senang, anaknya baik-baik. Minatnya tinggi, saya merasa sangat dihargai,” ungkap mahasiswa integrated engineering di Universitas British Columbia, Vancouver, itu.
Waktu berjalan. Miklos yang ber-SMA di Vancouver merasa pembelajaran terus-menerus secara virtual bersama mentor dinilai kurang efektif. Lagi pula, ada saatnya relawan tidak bisa mengajar.
Sampai akhirnya tebersit ide membantu peran mentor atau guru dengan kecerdasan artifisial dalam pembelajaran online. Miklos lantas berkolaborasi dengan dua rekannya, Alec Shi dari Amerika Serikat dan Tien Lan Sun dari Kanada, menciptakan EduBeyond. Aplikasi itu bisa berjalan sepanjang waktu tanpa bergantung keberadaan tutor, mentor, guru, atau sejenisnya.
Miklos menegaskan EduBeyond bukan menggantikan peran guru dan sekolah sepenuhnya. Tetap memadukan pembelajaran tatap muka di kelas dengan aplikasi EduBeyond. Berbekal kecerdasan artifisial di dalamnya, EduBeyond menghadirkan konten pembelajaran menyesuaikan dengan kemampuan dan bakat peserta didik. Tapi, sifatnya penunjang atau pengayaan.
Isinya lebih banyak materi soal untuk pekerjaan rumah. Secara khusus tim EduBeyond menyiapkan materi soal atau kurikulum sendiri. Misalnya pada materi pelajaran bahasa Inggris.
Tetapi, pada materi pelajaran lain, mereka bekerja sama dengan mitra lembaga pendidikan. Seluruh materi pelajaran, soal, bahkan game dimasukkan ke dalam sistem. Kemudian diolah oleh kecerdasan artifisial sesuai dengan input dari penggunanya.
Secara otomatis, kecerdasan buatan akan mengolah si pengguna tadi masuk kategori pemahaman dasar, menengah, atau tinggi. Sehingga untuk beberapa siswa, akan mendapatkan jenis soal atau pertanyaan yang berbeda-beda.
Miklos yang lahir dan bersekolah sampai SMP di Jakarta mengatakan, EduBeyond saat ini masih berbentuk website. Untuk sasaran penggunanya, beragam tingkatan. Mulai jenjang pendidikan dasar hingga tinggi. Bahkan, orang yang sudah tidak duduk di bangku sekolah juga bisa menggunakan aplikasi tersebut untuk meningkatkan kemampuan.
Pada 2022 Miklos mendaftarkan aplikasi yang dia buat pada kompetisi Moonshot Platform 2022. Aplikasinya tersebut bersaing dengan 1.500 aplikasi lainnya dari 88 negara. Setelah melewati proses penjurian yang ketat, aplikasi EduBeyond berhasil menjadi juara pada kelompok learning atau pembelajaran. Kategori lainnya adalah idea, start-up, borderless, emergency response, dan grand prix.
Setelah berhasil memenangi kompetisi itu, nama EduBeyond dan Miklos serta kedua rekannya ikut terangkat. Sampai terdengar ke markas besar PBB di New York, Amerika Serikat.
Dengan difasilitasi Utusan Tetap Indonesia untuk PBB Arrmanatha Christiawan Nasir, pada akhirnya Miklos bertemu langsung dengan Deputi Sekjen PBB Amina J. Mohammed. Miklos diundang menjadi salah satu pembicara pada sidang PBB. Tepatnya di forum Kemitraan ECOSOC PBB yang digelar pada 31 Januari lalu.
Karena kepastian tampil di acara itu mendadak, Miklos hanya punya waktu satu pekan untuk menyusun pidato. ”Sempat beberapa kali revisi. Ini baru pertama kali berbicara di forum sebesar ini,” ungkapnya.
Pesan utama yang disampaikan Miklos lewat pidatonya adalah mempromosikan perusahaan aplikasi yang sudah dia bangun bersama teman-temannya. Pesan kedua menyampaikan kepada dunia pentingnya pemanfaatan kecerdasan artifisial di dunia pendidikan. Dengan pemanfaatan kecerdasan artifisial tersebut, proses pembelajaran benar-benar sesuai dengan kemampuan dan bakat peserta didik. ”Sementara sekarang semua orang mendapat materi pendidikan yang sama,” ucapnya.
Padahal, dengan memanfaatkan kecerdasan buatan tersebut, proses pembelajaran bisa memaksimalkan kemampuan siswa. Misalnya, siswa dengan bakat dan minat pada bidang matematika akan menjadi lebih memahami secara mendalam.
Agus sendiri tidak menyangka anaknya diundang menyampaikan pidato di forum PBB. ”Di keluarga kami memang selalu ditanamkan untuk memiliki kepedulian atau empati kepada sesama,” katanya.