’’GAK takut gue anak orang mati!” Demikian ucapan Mario Dandy Satrio setelah tendangan kerasnya berkali-kali menghujani tubuh David yang terkapar tak berdaya. Tendangan tanpa ampun Mario ke tubuh David dalam video viral itu mengejutkan semua orang yang melihatnya.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah kesan kurangnya rasa takut atau penyesalan Mario atas tindakannya. Meski ditangkap, dia tampak tenang, seolah menikmati tindakan kekerasannya. Menjadi bukti bahwa Mario percaya dirinya berada di atas hukum dan kekayaan serta status keluarga akan melindunginya dari hukuman.

Dia juga kerap kali memamerkan kekayaan keluarganya dan gaya hidup mewah di media sosial. Tindakan itu semakin mengabadikan anggapan bahwa dia berhak mendapat perlakuan khusus.

Perilaku semacam itu bukanlah barang baru, tetapi merupakan tren yang mengkhawatirkan di antara anak-anak orang kaya dan berkuasa. Penelitian berjudul Wealth and The Inflated Self: Class, Entitlement, and Narcissism oleh Piff (2014) mengungkapkan bahwa kekayaan dan status sosial dapat menyebabkan rasa berhak dan narsisme yang meningkat. Individu dengan hak istimewa seperti itu mungkin mengabaikan norma dan aturan sosial dan menunjukkan sedikit kepedulian terhadap orang lain. Dalam beberapa kasus, mereka mungkin menampilkan perilaku agresif atau kekerasan terhadap orang lain yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap rasa kekuasaan dan kendali mereka.

Penelitian Piff juga menyoroti mekanisme psikologis di balik fenomena ini. Kekayaan dapat memberi individu rasa kekuasaan dan kendali, yang mengarah ke rasa mementingkan diri sendiri yang meningkat. Selain itu, proses sosialisasi dalam keluarga kaya dapat mendorong perkembangan pola pikir hak. Serangan keras Mario terhadap David mencontohkan rasa berhak dan arogan itu sendiri.

Dia merasa dirinya bisa secara fisik menyerang seseorang dengan impunitas karena status sosialnya. Perilaku seperti itu merupakan perpanjangan dari asuhannya yang istimewa, di mana dia menerima semua yang dia inginkan tanpa harus bekerja untuk itu, yang mengarah pada peningkatan rasa mementingkan diri sendiri.

Namun, konsekuensi dari tindakan Mario melampaui keyakinan dan sikap pribadinya. Perilakunya mengancam keselamatan dan kesejahteraan orang lain serta merusak tatanan masyarakat. Masyarakat yang adil dan setara tidak dapat terwujud jika beberapa individu percaya bahwa mereka berada di atas hukum dan dapat bertindak tanpa rasa takut akan konsekuensinya.

Kesombongan yang mengarah pada kekerasan tidak dapat diterima, dan mereka yang berkuasa harus bertanggung jawab atas tindakan mereka. Ketika orang melihat bahwa mereka yang memiliki uang, jabatan, dan kekuasaan dapat bertindak tanpa hukuman, hal itu mengikis kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dan supremasi hukum. Sangat penting untuk menciptakan budaya bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri. Untuk mencapai hal ini, diperlukan sistem peradilan yang adil dan menjunjung tinggi supremasi hukum.

Untuk membangun masyarakat yang adil dan setara, kita harus bekerja sama untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang berkuasa dan menciptakan masyarakat di mana setiap orang diperlakukan secara adil dan setara di bawah hukum. Hanya dengan begitu kita dapat membangun masyarakat yang bermanfaat bagi semua anggotanya, terlepas dari latar belakang atau status sosial mereka.

Kasus Mario tentu mengejutkan masyarakat, membuat banyak orang bertanya-tanya bagaimana tindakan kekerasan dan tidak masuk akal seperti itu bisa terjadi. Saat berita menyebar dan video menjadi viral, orang mulai bertanya tentang peran kekayaan dan hak istimewa dalam membentuk sikap dan perilaku individu. Bagi banyak orang, kasus ini merupakan peringatan, mendorong refleksi tentang dampak kekayaan dan status sosial terhadap rasa berhak dan narsisme individu. Jelas bahwa sesuatu perlu dilakukan untuk mencegah agar kasus seperti itu tidak terjadi lagi di kemudian hari.

Saat masyarakat bergulat insiden tersebut, ada rasa tanggung jawab bersama untuk mengatasi masalah yang mendasarinya. Orang-orang mulai bersuara di media sosial, menuntut keadilan bagi korban dan pertanggungjawaban oleh pelaku agar diberi hukuman yang seadil-adilnya. Bagi orang tua yang kaya, penting untuk mengajari anak-anak mereka agar memperlakukan semua orang dengan hormat. Ini berarti mengakui nilai dan martabat semua orang, terlepas dari status sosial, pekerjaan, atau latar belakang mereka. Itu juga berarti menghindari godaan untuk menilai orang berdasar faktor-faktor yang dangkal seperti penampilan atau harta benda mereka.

Saya kira peran pendidikan dalam membentuk keyakinan dan sikap individu sama pentingnya. Pendidikan sejak dini hingga jenjang berikutnya sebagai cara untuk mempromosikan nilai-nilai seperti empati, rasa hormat, dan tanggung jawab, serta memberdayakan individu untuk mengambil tindakan melawan ketidakadilan. Anak-anak juga perlu ruang untuk belajar tentang ketimpangan sosial, hak istimewa, dan dampak kekayaan pada sikap dan perilaku individu.

Seiring berjalannya waktu, kita harus mulai melakukan langkah-langkah konkret untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Perlu ada kebijakan untuk mengatasi ketimpangan kekayaan dan mempromosikan interaksi sosial yang positif melalui pendidikan dan peningkatan kesadaran, yang mengurangi prasangka dan stereotipe.

Jika melihat kembali kasus Mario, kita perlu menyadari itu adalah titik balik, momen perhitungan yang mendorong tindakan dan perubahan ke depan. Kasus Mario adalah pengingat bahwa kekayaan dan hak istimewa tidak membebaskan individu dari tanggung jawab dan masyarakat yang adil dan setara membutuhkan partisipasi aktif dari semua warga negaranya. Jika tidak segera bertindak dan mengambil langkah hukum yang cepat untuk menjerat perilaku-perilaku kekerasan semacam itu, bagaimana keadilan bisa tercapai bagi semua warga negara? (*)


*) ROY MARTIN SIMAMORA, Penulis adalah dosen filsafat pendidikan ISI Jogjakarta

By admin