JawaPos.com- Bangunan bertinggi 2 meter mirip pagupon itu masih berdiri kokoh. Lokasinya berada di pusat kota, tepatnya di Jalan Kombespol M. Duryat. Banyak orang yang mengira itu hanyalah bangunan biasa, padahal menjadi saksi sejarah pertempuran 10 November 1945.
Radio Pagupon didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Biasanya terletak di persimpangan jalan ataupun taman kota. ”Siarannya melalui stasiun radio Nederland Indische Radio Omroeap Mij (NIROM),” kata pegiat sejarah Surabaya Nur Setiawan kemarin (26/2).
Penggunaan radio itu mulai dihentikan ketika masa penjajahan Jepang. Sebab, aparat Negeri Matahari Terbit itu sangat ketat mengawasi berbagai aspek. Mulai peredaran informasi hingga transportasi publik.
Setelah itu, Radio Pagupon menjadi sarana penyiaran pidato Bung Tomo sebelum peristiwa 10 November 1945. ”Salah satu yang memantik orang dari berbagai penjuru untuk datang ke Surabaya,” ungkapnya.
Dulu ada lima perangkat radio tersebut yang tersebar di Surabaya. Saat ini Radio Pagupon di Jalan Kombespol M. Duryat itu menjadi satu-satunya yang masih ada. ”Tidak banyak orang yang tahu meskipun sering melewatinya,” lanjutnya.
Pemkot seharusnya segera menetapkan Radio Pagupon sebagai cagar budaya. Sebab, perangkat itu menjadi salah satu sarana keberhasilan mengusir penjajah di era perjuangan dan akhir 1945.