JawaPos.com – Mahkamah Konstitusi (MK) diharapkan bisa bersikap konsisten dalam menyikapi pembatasan calon anggota DPRD dan DPR RI bagi mantan terpidana korupsi. Hal ini juga dinilai harus berlaku, bagi calon anggota DPD RI.
Mengintat, MK akan memutus judicial review Pasal 182 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK, yang diajukan oleh Perludem. Pada pokoknya, Perludem berharap agar ketentuan bagi calon anggota DPD disesuaikan dengan persyaratan bagi calon anggota DPRD dan DPR RI, yakni pemberian masa jeda selama lima tahun pasca menyelesaikan hukuman pidana penjara.
“Dalam memeriksa dan nantinya memutus permohonan tersebut, MK diharapkan dapat bersikap konsisten dengan putusan-putusannya terdahulu yang juga berkaitan dengan persyaratan pejabat politik. Apabila merujuk pada Putusan No. 56/PUU-XVII/2019, persyaratan-persyaratan yang ditegaskan bersifat ketat dan menyoroti mengenai pengaturan khusus untuk mantan terpidana, terkhusus terkait tindak pidana korupsi,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (27/2).
Kurnia menjelaskan, terdapat beberapa syarat penting yang wajib dipatuhi untuk mereka yang ingin duduk pada jabatan legislatif. Ia mengharapkan, berlaku terbatas untuk jangka waktu lima tahun, setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Kejujuran atau keterbukaan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana, dan bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang (residivis),” tegas Kurnia.
Kurnia mengungkapkan, sangat penting untuk memastikan DPD RI diisi oleh orang-orang yang memiliki rekam jejak bersih. Setidaknya ada dua alasan yang mendasari poin ini. Pertama, konstituen pemilihan anggota DPD RI jauh lebih besar ketimbang anggota legislatif lainnya.
“Karena itu, penting untuk menghadirkan calon-calon anggota yang memiliki rekam jejak bersih atau setidaknya tidak pernah tersangkut permasalahan hukum,” ucap Kurnia.
Kedua, lanjut Kurnia, kewenangan lembaga yang cukup besar sebagaimana tertuang dalam Pasal 22 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Konstitusi menyebutkan bahwa DPD RI dapat mengajukan sejumlah isu dalam pembahasan UU mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
“Kewenangan yang diberikan oleh konstitusi itu dikhawatirkan dapat disalahgunakan jika diberikan kepada orang-orang yang sebelumnya tersangkut permasalahan hukum,” papar Kurnia.
Berdasarkan catatan ICW, kata Kurnia, terdapat sembilan mantan terpidana korupsi yang diduga tengah berupaya untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPD RI periode 2024-2029. Ia mengakui, sembilan individu itu bukan merupakan angka yang besar. Namun, sudah seharunya MK dapat konsisten memabatasi calon anggota DPD RI.
“Apabila tata hukum Indonesia ingin konsisten dan menjamin kepastian hukum, sudah sepatutnya regulasi terkait pencalonan anggota DPD juga memberikan pembatasan bagi mantan narapidana korupsi layaknya yang sudah berlaku bagi calon anggota DPR dan kepala daerah,” pungkas Kurnia.