JawaPos.com– Pemerintah melaporkan capaian positif kondisi perekonomian nasional yang ditunjukkan melalui peningkatan sejumlah indikator. Salah satunya Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang meningkat 0,64 persen poin dari posisi Desember 2022 di level 50,90 persen menjadi 51,54 persen pada Januari 2023.
Angka ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,31 persen sepanjang tahun 2022 dan merupakan pencapaian tertinggi sejak tahun 2014. Dalam keterangan pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian disampaikan bahwa sektor pengolahan tembakau menjadi salah satu kontributor utama peningkatan IKI.
Secara umum, sektor pengolahan tembakau disebut juga sebagai salah satu penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun lalu dengan pertumbuhan positif hingga 5,64 persen (yoy). Hal ini ditopang dari pemintaan pada kuartal IV-2022 yang tumbuh kuat, didukung windfall komoditas.
Menanggapi hal ini, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyampaikan pemerintah harus menjaga pertumbuhan Industri Hasil Tembakau (IHT) yang sedang dalam masa pemulihan. Pasalnya, pasca pandemi Covid-19 dan kenaikan cukai, industri ini kini dihantui rencana revisi PP 109/2012 yang berpotensi mengancam keberlangsungan IHT.
Sebab, IHT nyatanya memiliki kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, sebagaimana kinerja ekonomi nasional tahun lalu. Sebagai catatan, IHT dan turunannya tahun lalu juga menyumbang cukai Rp 218,62 triliun atau lebih dari sepuluh persen dari total penerimaan pajak sepanjang tahun 2022 tersebut.
“Ini bukti industri tembakau adalah angsa bertelur emas, karena selalu menjadi tulang punggung APBN. Jadi, seharusnya pemerintah melindungi industri ini,” ujar Esther Sri Astuti dalam keterangannya, Senin (27/2).
Menurut Esther, IHT akan masih terus menjadi tulang punggung pemasukan negara di tahun 2023. Sehingga, ia mewanti-wanti pemerintah untuk menjaga pertumbuhannya.
Ia juga menekankan bahwa IHT merupakan industri padat karya yang menampung jutaan pekerja, petani, dan berdampak terhadap industri-industri terkait seperti ritel, dan lainnya yang kuat kaitannya. Belum lagi, jutaan tenaga kerja tersebut juga sebagian ialah tulang punggung keluarga.
Oleh karena itu, distraksi pada industri ini bakal memengaruhi seluruh elemen pada ekosistemnya. “Kebijakan yang eksesif dikhawatirkan akan mematikan industri hasil tembakau. Kalau pemerintah mau mematikan industri rokok lewat peraturan, maka pemerintah harus memikirkan migrasi buruh pabrik rokok ini akan kemana,” pungkas Esther.