JawaPos.com–Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Trenggalek, tidak akan memberikan bantuan hukum kepada guru yang diduga pelaku pencabulan terhadap lima siswa pria di sekolah.
”Kami sudah melakukan rapat dan hasilnya disepakati bahwa itu merupakan perbuatan menyimpang dan tidak akan melakukan bantuan hukum,” kata Ketua PGRI Kabupaten Trenggalek Munib seperti dilansir dari Antara di Trenggalek.
Munib menjelaskan, ada sejumlah pertimbangan sebelum PGRI memutuskan untuk tidak menyediakan bantuan hukum kepada oknum guru yang masih anggotanya tersebut. Tindakan yang bersangkutan, dinilai mencemarkan dan mencoreng institusi pendidikan.
”Yang lebih memberatkan tindakan itu dilakukan di lingkungan sekolah saat kegiatan belajar mengajar tengah berjalan,” tutur Munib.
Menurut dia, tindakan pencabulan dilakukan terhadap anak yang bisa berdampak berubahnya perilaku anak yang menjadi korban. Sehingga, itu berimbas terhadap masa depan anak.
”Atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, organisasi tidak menghalangi jika yang bersangkutan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku, termasuk dari aturan kepegawaian. Karena tindakan itu berhubungan dengan moral sebagai seorang guru sehingga apa pun alasannya itu merupakan hal keliru,” terang Munib.
Munib menyebut apa yang dilakukan oknum guru itu melanggar kode etik. Kasus yang menyeret anggota PGRI itu tidak patut dilakukan seorang guru. Apalagi oknum guru itu merangkap sebagai Plt kepala sekolah.
”Untuk sanksi etik masih menunggu kasus itu memiliki kekuatan hukum tetap. Oknum guru itu terancam dipecat jika terbukti melakukan perbuatan yang dituduhkan,” ucap Munib.
Sementara itu Kepolisian Resor (Polres ) Trenggalek memastikan guru terduga pelaku pencabulan itu dijerat pasal perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
”Kami jerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak karena korban semua anak yang menjadi siswanya,” kata Wakapolres Trenggalek Kompol Sunardi.
Menurut dia, penggunaan UU Perlindungan Anak dalam kasus pencabulan itu sudah tepat. Selain korbannya semua masih di bawah umur, hukuman terhadap pelaku berinisial ASB yang berlatar belakang ASN guru itu lebih maksimal.
”Pelaku atau tersangka ini dijerat pasal 76 E jo pasal 82 ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
Kendati telah mengakui, ASB berdalih perbuatan tidak senonoh itu baru pertama dilakukan. ASB beralasan bahwa perbuatan yang bisa memicu trauma seumur hidup korban itu dilakukan karena saat itu (merasa) kedinginan. ”Ya, dalihnya kedinginan,” ungkap Sunardi.
Dalam melancarkan aksinya, terungkap fakta baru bahwa ASB memberikan iming-iming uang Rp 5 ribu sebagai uang tutup mulut agar korban tidak menceritakan tindakan bejat yang dia lakukan.
Aksi itu seluruhnya dilakukan ASB di perpustakaan sekolah dengan kurun waktu tertentu. Saat ini, oknum guru itu telah ditahan kepolisian.
”Ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar, namun bila dilakukan pendidik atau tenaga kependidikan ditambah sepertiga dari ancaman pidana,” terang Sunardi.
Sebelumnya, guru warga Trenggalek itu dilaporkan ke polisi atas dugaan tindakan pencabulan terhadap lima siswa pria yang kini berusia antara 11-12 tahun. Saat ini kepolisian fokus pada pemberkasan kasus itu.
Selain itu, petugas gabungan tengah melakukan pemulihan trauma kepada korban dengan pendampingan psikolog.