JawaPos.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis laporan tahunan hasil pemantauan tren penindakan korupsi pada 2022, yang ditangani oleh tiga aparat penegak hukum (APH), yakni Kejaksaan Agung, Polri dan KPK. ICW menyebut, secara umum perkara tindak pidana korupsi yang ditangani tiga aparat penegak hukum itu seluruhnya mencapai 597 kasus.
Penanganan kasus itu meliputi praktik suap, pungutan liar, dan pencucian uang. Total kerugian negaranya sebesar Rp 42,747 triliun.
“Temuan umum yang terjadi pada 2022 yaitu 597 kasus, 1.396 orang tersangka, kerugian negara Rp 42,747 triliun. Kasus suap sebesar Rp 693 miliar, pungutan liar Rp 11,9 miliar dan pencucian uang Rp 955 miliar,” kata peneliti ICW Lalola Easter dalam konferensi pers daring, Minggu (26/2).
Lalola memaparkan, kinerja masing-masing aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus korupsi sepanjang 2022. Berdasarkan catatan ICW, kata Lalola, Kejaksaan Agung menjadi institusi yang menangani kasus korupsi dengan nilai kerugian negara terbesar, yakni mencapai Rp 39,207 triliun.
“Kejaksaan 405 kasus, 909 tersangka, nilai kerugian negara dari kasus yang ditangani Rp 39,207 triliun,” ungkap Lalola.
Sementara itu, Polri berhasil menangani perkara dugaan korupsi dengan nilai kerugian Rp 1,3 triliun. Sementara itu, KPK juga berhasil menangani perkara korupsi dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 2,2 triliun.
“Kepolisian 138 kasus, 307 tersangka, Rp 1,327 triliun. KPK 36 kasus, 150 tersangka, Rp 2,212 triliun,” papar Lalola.
ICW lantas merekomendasikan ke setiap aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan, Polri dan KPK untuk mengedepankan kerja-kerja penindakan yang berkaitan kasus korupsi dilakukan dengan prinsip transparansi dan mengedepankan akuntabilitas.
Selain itu, ketiga aparat penegak hukum (APH) itu juga harus lebih aktif untuk memaksimalkan upaya pemulihan aset hasil kejahatan. Aparat penegak hukum dan PPATK perlu membangun sinergi yang baik, guna mendorong optimalisasi penelusuran aset hasil kejahatan tindak pidana korupsi.
“Setiap APH perlu melakukan evaluasi dan peningkatan kapasitas secara berkala bagi para penyidiknya,” pungkasnya.