JawaPos.com – Syarat berupa rekomendasi Kementerian Agama (Kemenag) untuk pembuatan paspor haji dan umrah dicabut. Penegasan itu disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Silmy Karim kemarin.
Dia menyampaikan, kebijakan itu sempat dibahas saat audiensi Dirjen Imigrasi dengan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Selasa (21/2) lalu.
Pada prinsipnya, kata Silmy, pihaknya berkomitmen memberikan pelayanan maksimal untuk jemaah haji dan umrah. Baik pada saat pembuatan paspor maupun ketika proses keberangkatan dan kepulangan. ”Kita jangan mempersulit masyarakat yang ingin menjalankan ibadah,’’ tuturnya dalam keterangan pers yang diterima Jawa Pos kemarin.
Silmy menambahkan, persyaratan permohonan paspor diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 18 Tahun 2022 Pasal 4. Sedangkan pencabutan rekomendasi Kemenag tercantum dalam Surat Direktur Jenderal Imigrasi perihal Pelayanan Penerbitan Paspor RI bagi Jemaah Haji dan Umrah Nomor IMI-GR.01.01-0070 tertanggal 22 Februari 2023.
Silmy menyebut, pencabutan syarat rekomendasi Kemenag bukan berarti imigrasi tidak melakukan pengawasan. Dia menegaskan, pihaknya akan tetap melakukan pemeriksaan terhadap pemohon paspor yang diduga dapat melakukan penyalahgunaan. Pemeriksaan tersebut dilakukan di kantor imigrasi serta tempat pemeriksaan imigrasi (TPI) melalui wawancara singkat oleh petugas.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag) Nur Arifin tak banyak komentar soal kebijakan tersebut. Dia hanya mengatakan bahwa tugas dan fungsi penerbitan paspor berada di wilayah imigrasi Kemenkum HAM. Pihaknya tidak memiliki kewenangan mengatur persyaratan penerbitan paspor itu, termasuk untuk umrah dan haji.
Persyaratan surat rekomendasi untuk paspor itu pernah dikeluhkan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) AMPHURI Firman M. Nur. Dia meminta agar syarat tersebut dicabut karena memberatkan masyarakat. Selain itu, kata dia, surat rekomendasi Kemenag tidak menjamin jemaah umrah tidak kabur dan menjadi tenaga kerja nonprosedural di Saudi. Meski sejatinya jumlah jemaah yang overstay pun sangat sedikit. ”Masih di bawah 0,05 persen dari jumlah jemaah umrah Indonesia,’’ ungkapnya.