JawaPos.com – Setelah gempa dahsyat Turki pada 6 Februari lalu, ada sekitar 1,5 juta orang yang kehilangan rumah. Untuk menampung mereka, dibutuhkan setidaknya pembangunan 500 ribu rumah baru. Data itu hasil estimasi Louisa Vinton, perwakilan penduduk Turki dari Program Pembangunan PBB (UNDP).
”Jumlah itu jelas menunjukkan bahwa ini adalah gempa terbesar dalam sejarah Turki dan mungkin bencana alam terbesar yang pernah dihadapi negara tersebut,” ujar Vinton dalam unggahan situs resmi PBB.
Penanganan sampah juga bakal menjadi masalah. Diperkirakan, ada sekitar 116– 210 juta ton reruntuhan yang harus dibersihkan lebih dulu sebelum memulai pembangunan. Pada gempa di Turki 1999, reruntuhannya hanya berkisar 13 juta ton.
Pada penanganan bencana sebelumnya di berbagai negara, UNDP memiliki partner untuk memastikan reruntuhan tersebut dikelola dengan aman bagi lingkungan. ”Sebagian besar bisa didaur ulang untuk konstruksi,” kata Vinton.
Sementara itu, pemerintah Turki meluncurkan program yang melarang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sepuluh kota terdampak gempa. Larangan tersebut juga berlaku untuk sepuluh provinsi yang berstatus darurat. Status darurat yang ditetapkan sejak 7 Februari itu berlaku selama tiga bulan.
Kebijakan larangan PHK tersebut bertujuan untuk melindungi pekerja dan pebisnis dari dampak finansial gempa. Juga merupakan langkah pemerintah untuk meminimalkan dampak ekonomi negara. Pengusaha yang tempat usahanya rusak berat atau sedang akan mendapatkan bantuan. Sehingga dapat menutupi sebagian upah para pekerja yang jam kerjanya dipotong.
Sejauh ini sebagian besar pekerja belum bisa kembali beraktivitas karena masih tinggal di penampungan.