JawaPos.com – Seorang pria bernama Abu Bakar Alexander Emor, 37, didakwa melakukan perusakan barang milik eks mertuanya Riza Sovia Zubir. Peristiwa ini bermula saat dia ingin bertemu anak kandungnya, karena selama ini dihalang-halangi mantan istrinya.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan, peristiwa terjadi di Kelurahan Pondok Kelapa, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur pada 2 Agustus 2021 silam. Saat itu terdakwa mendatangi rumah mantan mertuanya dengan maksud bertemu anaknya.
Namun, mantan istrinya Afaf Munawwarah maupun ibunya tidak membukakan pintu. Pintu pagar dikunci dari dalam. Akibatnya terjadi cekcok antara terdakwa dengan mantan istrinya.
“Lalu dalam keadaan emosi karena terdakwa tidak bisa bertemu anaknya, terdakwa memaksa masuk ke dalam pekarangan rumah dengan cara melompat pagar,” kata Jaksa saat membacakan dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Setelah berada di dalam pekarangan, terdakwa berteriak memanggil anaknya sambil berlari ke arah pintu utama rumah. Abu Bakar selanjutnya berusaha membuka paksa pintu rumah dengan mendorong pakai tangan kosong. Namun pintu tak kunjung terbuka karena dikunci dari dalam dan diberi rantai di gagang pintunya.
Pada dorongan keenam, terdakwa berhasil membuka pintu rumah. Abu Bakar pun masuk ke dalam rumah dengan maksud mencari anaknya tapi tidak didapati. Akibat keributan ini, dua petugas keamanan datang untuk melerai.
Mantan mertuanya yang tak terima akhirnya membuat laporan polisi. Dia merasa dirugikan atas 2 daun pintu yang tidak bisa dipakai lagi, 1 gagang pintu rusak, 1 gembok rusak, dan 1 rantai rusak. Jaksa menilai perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur Pasal 406 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Pengacara terdakwa Abu Bakar, Aldo Joe menilai, dakwaan jaksa tidak tepat. Baginya, kasus yang mendera kliennya terlalu dipaksakan.
“Dakwaan ini terlalu dipaksakan, masa hanya karena didorong handlenya oleh kedua tangan kosong menyebabkan dua daun pintu bisa rusak, memangnya ditendang ataupun menggunakan alat keras, ini jelas rekayasa barang bukti,” kata Aldo.
Lebih lanjut, Aldo mengatakan, kliennya selama ini dihalangi-halangi oleh mantan istri dan eks mertuanya untuk bertemu dengan anak kandungnya. Padahal kewajiban Abu Bakar sebagai seorang ayah seperti memberikan nafkah kepada anak tetap dijalankan pasca perceraian.
“Klien saya hanya ingin bertemu dengan anaknya, tidak ada niat lebih dari itu, apalagi pengerusakan barang. Selama ini dia dihalang-halangi untuk bertemu anaknya pasca perceraian oleh mantan istrinya yang notabennya karyawan dengan jabatan mentereng. Padahal ada perjanjian klien saya dapat bertemu anaknya (hak asuh bersama),” tegasnya.
Aldo berharap jaksa menempuh jalur restorative justice dalam menuntaskan kasus ini. Hal itu mengacu kepada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Ancaman hukuman Pasal 406 Ayat (1) yang dijeratkan kepada terdakwa pun maksimal pidana penjara 2 tahun 8 bulan.
Terdakwa sendiri beritikad baik untuk berdamai dan siap mengganti kerugian tersebut secara penuh. Sehingga hal tersebut layak menjadi pertimbangan pada keadaan yang meringankan dalam pengajuan tuntutan pidana.
“Kami memohon kepada Kajari dan jajarannya agar dapat memfasilitasi restorative justice sebagaimana permohonan yang diharapkan oleh terdakwa dan amanat dari peraturan kejaksaan mengedepankan restorative justice,” pungkas Aldo.