JawaPos.com – Terdakwa kasus obstruction of justice penyidikan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, AKP Irfan Widyanto akan menjalani sidang putusan atau pembacaan vonis pada Jumat (24/2). Dia berharap mendapat vonis bebas dari majelis hakim.
“Pendapat kami, mengacu pada fakta persidangan, seharusnya klien kami mendapatkan vonis bebas,” ujar Kuasa Hukum Irfan Widyanto, Riphat Senikentara kepada wartawan, Rabu (22/2).
Riphat menuturkan, ada sejumlah hal yang bisa menjadi pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis bebas kelasa Irfan. Pertama, Irfan mendapatkan perintah untuk mengganti DVR CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
“Fakta persidangan sudah terlihat dengan jelas bahwa Irfan ini dapat perintah untuk mengganti DVR CCTV dan berkoordinasi untuk menyerahkan ke penyidik Polres Jakarta Selatan dalam rangka pengumpulan barang bukti, perlu diingat bahwa ini atas persetujuan Kasat Reskrim Polres Jaksel,” jelas Riphat.
Menurut Riphat, kliennya tidak tahu-menahu seusai DVR CCTV tersebut diberikan kepada Polres Jaksel. Dia pun tidak mengetahui bahwa DVR CCTV itu ternyata diserahkan kepada Chuck Putranto atas perintah Ferdy Sambo.
“Irfan tidak ada tahu apa-apa setelah DVR CCTV itu diserahkan ke Polres Jaksel. Ternyata tanpa sepengetahuan Irfan, oleh Polres Jaksel DVR CCTV yang bisa dijadikan barang bukti tersebut, dikeluarkan dan diserahkan ke orang lain, atas perintah FS,” imbuhnya.
Irfan pun dalam persidangan terungkap tidak mengetahui isi dari DVR tersebut. Dia hanya ditugaskan mengamankan CCTV itu untuk alat bukti kepada Polres Jakarta Selatan. “Ini kan sama aja seperti saya memerintahkan karyawan saya beli pisau, pisaunya saya pakai untuk nusuk orang. Ya karyawan saya kan tidak tahu apa-apa, masa mau dihukum,” sambungnya.
Riphat menambahkan, alasan lainnya adalah Irfan merupakan orang pertama yang membuka fakta soal CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo kepada pimpinan Polri pada 21 Juli 2022 lalu. Hal itu dilakukannya tiga hari setelah pengacara keluarga Yosua membuat laporan polisi (LP) terkait pembunuhan berencana.
“Bahwa Irfan ini yang pertama kali jujur menyampaikan kepada pimpinan Polri loh. Kalau tidak salah Eliezer mulai jujur dan membuka fakta yang sebenarnya itu 8 Agustus 2022. Sedangkan Irfan sudah menyampaikan fakta yang sebenarnya kepada pimpinan Polri sejak 21 Juli 2022,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, Irfan Widyanto memang sempat dipanggil oleh pimpinan Polri. Dalam pertemuan itu, Irfan membocorkan siapa yang memerintahkannya untuk mengambil DVR CCTV.
“Jadi kalau bicara kejujuran, artinya Irfan yang lebih jujur. Sebelum ada tekanan apapun, Irfan sudah langsung menyampaikan apa adanya pada pimpinan Polri. Baik Eliezer dan Irfan, dua-duanya belum ada yang di sidang kode etik. Saya rasa ini bentuk objektivitas institusi Polri ya. Menunggu kepastian hukum secara pidana, sebelum memutuskan nasib anggotanya dalam sidang kode etik profesi,” tandas Riphat.
Sebelumnya, terdakwa Irfan Widyanto dituntut satu tahun penjara dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Irfan dianggap bersalah dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Menyatakan terdakwa Irfan Widyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melalukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagai diatur dan diancam pidana Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (27/1).
“Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Irfan Widyanto SH SIK dengan pidana penjara selama satu tahun. Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Irfan Widyanto sebesar Rp 10 juga subsider tiga bulan penjara,” imbuhnya.