JawaPos.com – Syarat bagi calon jemaah umrah untuk membuat paspor dinilai terlalu rumit. Khususnya dengan adanya kewajiban melampirkan rekomendasi dari kantor Kemenag kabupaten/kota setempat. Pengurus Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) meminta aturan tersebut dicabut.
Permintaan tersebut disampaikan pengurus Amphuri saat bertemu dengan Dirjen Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim di Jakarta (21/2). Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Amphuri Firman M. Nur meminta dengan tegas supaya syarat kewajiban rekomendasi dari Kemenag tersebut dicabut. Sehingga masyarakat yang ingin membuat paspor untuk keperluan umrah maupun haji, tidak perlu repot meminta rekomendasi Kemenag setempat.
“Sebab, dalam prakteknya, syarat ini sangat memberatkan masyarakat yang akan beribadah umrah dan haji,” kata Firman. Dia mengungkapkan, dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Amphuri yang digelar di Bandar Lampung tahun lalu, merekomendasikan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham agar menghapus syarat surat rekomendasi Kementerian Agama bagi masyarakat yang mengajukan paspor untuk umrah dan haji.
“Dalam kesempatan ini kami memohon pencabutan surat rekomendasi Kemenag dari syarat tambahan pengajuan paspor jamaah haji dan umrah,” tegas Firman. Menurut dia, memperoleh paspor adalah hak setiap warga negara yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri. Adanya surat rekomendasi Kemenag tidak bisa menjamin bahwa jamaah umrah yang direkomendasikan tidak akan kabur dan menjadi tenaga kerja non prosedural di Arab Saudi.
Sejauh ini, kata Firman, jamaah haji maupun umrah yang overstay sangat sedikit. Masih di bawah 0,05 persen dari jumlah jamaah umrah Indonesia. “Malah, adanya syarat surat rekom ini berpotensi menimbulkan adanya pungutan liar baik di lingkungan kantor Kemenag maupun di kantor Imigrasi,” tandasnya.
Dia mengatakan pemeluk agama lain yang mengajukan paspor untuk beribadah tidak dipersyaratkan surat rekomendasi dari Kemenag. Pun bagi mereka yang hendak berwisata tidak disyaratkan adanya surat rekomendasi dari kementerian/dinas pariwisata. “Karena itu, kami menilai adanya syarat tambahan ini merupakan aksi diskriminasi negara kepada umat Islam yang akan menjalankan ibadah yang dijamin oleh konstitusi,” ujarnya.
Menyikapi usulan itu Dirjen Imigrasi Kemenkumham Silmy Karim menegaskan bahwa terkait aturan pembuatan paspor peraturannya sudah dicabut dan diubah dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) yang baru. Memang, lanjut Dirjen Silmy, pada awalnya peraturan itu untuk mengantisipasi jika paspor yang diperoleh akan disalahgunakan.
Dia mengatakan sudah keluarkan Permenkumham Nomor 18 tahun 2022 tentang Perubahan atas Permenkumham 8 tahun 2014 tentang Paspor Biasa dan Surat Perjalanan Laksana Paspor. “Jadi, saya rasa tidak ada masalah kalau kita cabut surat rekom itu,” kata Silmy.
Menanggapi hal itu, Firman mengapresiasi Ditjen Imigrasi yang telah melakukan perubahan atas aturan tentang paspor tersebut. Amphuri, lanjut Firman, akan terus mengawal dan mensosialisasikan adanya peraturan baru mengenai paspor itu. “Kami mohon Dirjen Imigrasi untuk segera mengeluarkan surat edaran terkait peraturan baru tersebut,” kata Firman. Mereka siap bersinergi dengan Ditjen Imigrasi Kemenkumham untuk mensosialisasikan kebijakan ini ke para penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah serta masyarakat. (*)