JawaPos.com – Stroke, salah satu penyakit pembuluh darah otak ini diketahui memiliki efek jangka panjang yang merepotkan si pasien. Stroke hingga saat ini juga dikategorikan sebagai penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasannya menyebabkan kecacatan jangka panjang nomor satu di dunia.
Stroke sendiri dapat mengakibatkan kerusakan bagian otak tertentu yang mengontrol sinyal saraf ke otot. Jika ini terjadi, Anda mungkin mengalami kelemahan, kekakuan, atau peningkatan tonus otot yang tidak normal. Hal ini dapat menyebabkan otot menjadi kaku, kencang, dan nyeri, sehingga anda tidak dapat bergerak dengan bebas.
Kaku otot atau sering disebut sebagai spastisitas dapat mempengaruhi cara Anda bergerak maupun berjalan. Selain itu, beberapa keluhan yang juga dapat terjadi adalah gangguan bahasa, kesulitan menelan, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan dan lapang pandang, penurunan fungsi kognitif (kemampuan berpikir dan memori) dan banyak lagi gangguan akibat kerusakan sistem saraf lainnya. Untuk mengurangi atau meminimalisir keluhan-keluhan tersebut, sembari dilakukan pengobatan utama, saat ini ada bidang pengobatan lainnya yang dikenal dengan Neurorestorasi.
dr. Deby Wahyuning Hadi, Sp.N, Subsp NRE (K) dari Mayapada Hospital menjelaskan, Neurorestorasi merupakan subspesialis dari bidang kedokteran, Neurologi. Secara sederhana, ilmu ini bergerak di bidang restoratif atau perbaikan saraf secara struktur maupun fungsi akibat kerusakan sebelumnya seperti stroke, Parkinson, tumor, infeksi atau bahkan trauma/kecelakaan.
“Dari penyakit ini akan menyisakan keluhan atau gangguan seperti kelemahan, kekakuan otot, kesulitan berbicara atau kesulitan menelan. Disitulah Neurorestorasi hadir,” ujar dr. Deby kepada JawaPos.com.
Lebih lanjut, dr. Deby menerangkan, tindakan yang dilakukan pada proses Neurorestorasi ada beberapa macam. Tergantung klinis apa yang akan diperbaiki. Salah satu modalitas yang dapat digunakan adalah neuromodulasi dengan menggunakan alat stimulasi otak dan saraf.
“Alat neuromodulasi ini akan menstimulasi otak dengan mekanisme tertentu. Salah satunya dengan gelombang elektromagnetik untuk memfasilitasi atau menginhibisi aktivitas otak. Gelombang elektromagnet yang diberikan tersebut akan merambat melalui tulang tengkorak dan mencapai permukaan otak untuk menstimulasi otak dengan harapan bisa memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Jadi alat ini bisa mengakses atau mempengaruhi kerja otak tanpa harus ada kontak langsung dengan otak atau melalui pembedahan. Prosedurnya juga cukup nyaman bagi pasien.”
Jenis pengobatan Neurorestorasi tersebut menggunakan teknologi yang dinamakan TMS atau Transcranial Magnetic Stimulation. TMS merupakan teknik pengobatan untuk merangsang saraf-saraf dalam otak dengan gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh alat yang ditempelkan pada kepala. TMS sendiri merupakan terapi tambahan, bukan pengganti obat pada tatalaksana gangguan saraf. Pengobatan ini juga tersedia di jaringan Mayapada Hospital. Selain itu juga ada beberapa alat lainnya seperti Transcranial Direct Current Stimulation, QEEG dan Neurofeedback.
Kemudian juga ada metode lainnya seperti dry needling yang bermanfaat untuk memperbaiki kekakuan otot dan sebagainya, seperti pada pasien dengan kekakuan paska stroke, nyeri punggung bawah, spasme pada otot-otot leher dan bahu, dan lain- lain,” lanjut dr. Deby.
Selain modalitas-modalitas tersebut, cakupan dari Neurorestorasi juga meliputi hingga terapi sel yang bermanfaat untuk merestorasi sel yang telah mati atau rusak dengan pemberian sel punca dan lain-lain.
Efektivitas?
Terkait efektivitas modalitas Neurorestorasi sendiri tergantung pada berbagai hal termasuk kondisi klinis dan derajat keluhan pasien. Harapannya, dengan memanfaatkan neuroplastisitas dari sel saraf, fungsi dari sistem saraf dapat diusahakan untuk bisa kembali seoptimal mungkin.
“Misalnya kasus-kasus yang cukup sering adalah kelemahan atau gangguan berjalan, bergerak, berbicara atau menelan. Dengan modalitas terapi neurorestorasi, level (kesembuhan) yang bisa dicapai sesuai penelitian yang sudah cukup banyak, rata-rata cukup bagus. Dan tentunya semakin variatif modalitas yang dapat diberikan, bisa memperbesar kemungkinan kesembuhannya” terang dr. Deby.
Seperti sudah disinggung di atas, Neurorestorasi paling banyak menangani kasus stroke. Meski demikian, kasus lainnya seperti parkinson, nyeri akibat gangguan saraf, pasien diabetes dan saraf kejepit juga bisa ditangani oleh dokter di bidang Neurorestorasi.
“Kenapa stroke, hal ini karena stroke masih merupakan penyakit neurologi yang terbanyak. Jadi kebanyakan pasien yang ditangani adalah pasien stroke. Namun ” kata dr. Deby melanjutkan.
Sebagai informasi juga, tindakan Neurorestorasi diambil jika ada gangguan yang berasal dari saraf. Terkait waktu penyembuhannya sendiri tergantung dari berbagai faktor termasuk keluhan. Misalnya stroke dengan kelemahan anggota gerak, biasanya diberikan TMS 5 hingga 10 sesi. Pada kasus lainnya ada juga yang bisa sampai 20 sesi.
“Umumnya 1-3 bulan, namun tentunya tergantung derajat (klinis)-nya. Kalau kelemahan atau gangguan sarafnya tidak terlalu berat, bisa lebih singkat,” tandas dr. Deby.
Yang perlu ditekankan adalah dengan adanya neurorestorasi ini, pasien-pasien yang mengalami keluhan atau gejala sisa paska mengalami penyakit saraf seperti stroke dan lain-lain, bisa memanfaatkan modalitas-modalitas yang ada sehingga memiliki harapan untuk memperbaiki keluhan-keluhan tersebut.