JawaPos.com – Di balik gempa dahsyat di Turki dan Syria, sejumlah keajaiban ditemukan. Sebut saja pasutri Samir Muhammed Accar dan Ragda. Keduanya berhasil diselamatkan setelah tertimbun reruntuhan apartemen rumahnya di Antakya selama 12 hari. Tepatnya 296 jam. Namun, tiga anak mereka meninggal.
Keluarga imigran asal Syria itu ditemukan tim penyelamat dari Kirgistan pada Sabtu (18/2). Accar menceritakan, selama 12 hari dirinya berupaya bertahan untuk tetap hidup. Termasuk harus meminum air kencing atau urinenya sendiri. Demikian juga sang istri.
Sayangnya, pasutri tersebut harus kehilangan anak-anak tercintanya. Dua anaknya sudah meninggal dunia saat ditemukan. Seorang lagi sempat dibawa ke rumah sakit sebelum akhirnya dinyatakan tewas.
Hingga Minggu (19/2), total korban jiwa gempa 7,8 magnitudo yang mengguncang Turki pada 6 Februari lalu sudah mencapai 46.400 orang. Lebih dari 40 ribu di Turki dan sisanya di Syria. Satu di antara yang meninggal itu adalah Christian Atsu, pemain sepak bola asal Ghana. Di hari-hari pertama penyelamatan, Atsu sempat dikabarkan selamat. Namun, ternyata itu bukan Atsu. Jenazah pemain di klub Hatayspor itu ditemukan di tempat tinggalnya di Antakya, sebuah gedung mewah 12 lantai.
”Kami tidak akan melupakan Anda. Tidak ada kata untuk mengungkapkan kesedihan kami,” bunyi pernyataan Hatayspor seperti dikutip Anadolu. Atsu sebelumnya juga pernah bermain di Chelsea, Newcastle United, Everton, dan Bournemouth.
Kepala Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat (AFAD) Turki Yunus Sezer mengungkapkan, mulai Minggu (19/2) malam upaya pencarian dan penyelamatan sebagian besar akan dihentikan. Tim di lapangan akan difokuskan untuk mencari jenazah orang yang masih tertimbun. Sebagian besar tim dari luar negeri yang membantu di Turki juga bakal kembali ke negaranya masing-masing.
Pemerintah kembali mendapat kritik atas lambannya bantuan dan fasilitas untuk para korban selamat. Sanitasi di kamp-kamp pengungsian tidak memadai. Toilet sementara di selter sangat terbatas. Sebagian besar pengungsi bahkan tidak mandi sejak dua pekan lalu. Makanan yang tersedia pun tidak mencukupi. Tenda-tenda darurat diisi melebihi kapasitas. Sampah-sampah juga berserakan di mana-mana.
”Ada bahaya akut persebaran penyakit menular,” ujar perwakilan Kementerian Keluarga dan Layanan Sosial Turki yang berkunjung ke kamp pengungsian.
Sejumlah penyakit seperti diare, kulit, demam, pernapasan, dan sebagainya sudah menanti. Dokter yang bertugas di lokasi gempa mengungkapkan, beberapa pasien akhirnya meninggal karena hipotermia alias kedinginan. Para pasien kanker juga tidak bisa tertangani dengan baik. Alat dan obat-obatan minim. Sejatinya beberapa obat-obatan sudah ada, tapi pendistribusiannya bermasalah.
”Kami mengamati penyakit ginekologi tengah meningkat. Misalnya perempuan yang mengalami infeksi vagina, gatal, dan infeksi jamur,” ujar salah seorang dokter seperti dikutip Deutsche Welle.
Menteri Kesehatan Turki Fahrettin Koca mengatakan, apotek keliling kini beroperasi di zona bencana dan desa-desa juga masih memiliki akses ke layanan kesehatan. Dia menyatakan, pusat koordinasi kesehatan masyarakat juga telah dibentuk. Pemerintah sudah mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah infeksi yang dapat menyebar setelah gempa bumi.
”Vaksin rabies dan tetanus dikirim ke wilayah terdampak. Puskesmas kami membantu memasok produk sanitasi,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berkunjung ke Turki untuk membahas bagaimana Washington dapat membantu penanganan dampak gempa. Rombongan Blinken mendarat di Pangkalan Udara Incirlik, Adana. Mereka akan melakukan tur helikopter ke daerah yang dilanda gempa. Blinken akan mengadakan pembicaraan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu.