JawaPos.com – Erick Thohir melanjutkan akselerasinya sebagai ketum PSSI periode 2023–2027. Sehari setelah mengumumkan rencana pembentukan komite ad hoc suporter, infrastruktur, dan Badan Tim Nasional Indonesia (BTN), menteri BUMN itu kini memberikan perhatian terhadap match fixing alias pengaturan skor.
Permasalahan pengaturan skor, kata Erick, sudah berlarut-larut dan menjadi benalu di sepak bola Indonesia.
”Sudah waktunya kita, PSSI, memberikan kartu merah kepada mafia bola,” tegas Erick di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, kemarin (19/2) sore. ”Pengaturan skor tidak hanya pernah terjadi di kompetisi domestik, tapi juga pertandingan tim nasional Indonesia,” imbuh dia.
Menurut Erick, menyelesaikan persoalan itu tidak cukup hanya dengan bicara. ”Yang jelas terbukti melakukan pengaturan skor harus dihukum seumur hidup (tak boleh beraktivitas di sepak bola, Red),” tandas Erick.
PSSI tidak bisa bekerja sendiri dalam upaya memberantas pengaturan skor. Diperlukan keterlibatan Polri dan pemerintah. ”Upaya ini harus dilakukan secepatnya. Dan diimplementasikan di kompetisi musim yang akan datang,” terang salah seorang pemilik saham DC United itu.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan dukungan terhadap PSSI. Yakni dengan kembali membentuk Satgas Antimafia Bola. Satgas tersebut akan mengawal semua event PSSI, baik pertandingan Liga 1, Liga 2, maupun Liga 3. ”Pada 2018– 2020 kami telah membentuk Satgas Antimafia Bola. Sekarang akan terus kami perkuat. Dengan demikian, program PSSI untuk mewujudkan sepak bola bersih dan berprestasi bisa terealisasi,” tuturnya.
Mantan Kapolda Banten itu menjelaskan, Satgas Antimafia Bola sebelumnya telah sukses menuntaskan sejumlah kasus pengaturan skor. Beberapa kasus mencolok, antara lain, terkait pertandingan Persibara Banjarnegara melawan Persekabpas Kabupaten Pasuruan. Lalu kasus suap untuk meloloskan PS Mojokerto Putra ke Liga 1. Ada juga kasus match fixing antara Madura FC melawan PSS Sleman.
”Sepanjang 2018–2020 kurang lebih ada 18 kasus yang kami proses. Baik secara organisasi, manajemen, perangkat pertandingan, pemain, maupun perantara,” ungkapnya.
Ke depan, lanjut Sigit, sesuai dengan kebijakan ketua umum PSSI yang baru, pihaknya akan terus memperkuat satgas. Saat ini ada 15 satgas yang disebar di semua wilayah. Polri akan menyesuaikan dengan apa yang menjadi program ketua umum PSSI. ”Intinya, kami siap mendukung pemberantasan match fixing,” imbuh mantan Kadivpropam Polri tersebut.
Direktur Anggota Asosiasi Regional Asia dan Oceania FIFA Sanjeevan Balasingam menambahkan, match fixing adalah penyakit di sepak bola. FIFA sangat tidak menoleransi segala bentuk pengaturan skor. Hukumannya beragam. Mulai larangan aktivitas sepak bola seumur hidup sampai hukuman yang bersifat kriminal. ”Untuk memerangi match fixing, FIFA memiliki departemen khusus yang bekerja sama dengan penegak hukum dunia untuk menyelidiki pasar perjudian dunia,” ujar dia.
Upaya FIFA memerangi match fixing juga dilakukan dengan mendidik serta melatih para pemain, pelatih, dan semua elemen sepak bola mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan pengaturan skor. ”Kami mengajari mereka regulasi. Sehingga kelak mereka bisa mencegah terjadinya pengaturan skor dalam pertandingan,” jelasnya.
Sebagai tambahan, lanjut Sanjeevan, FIFA juga menyediakan online contingency platform yang bisa menjadi media pelaporan mengenai tindakan mencurigakan terindikasi pengaturan skor. ”PSSI bisa menggunakan ini untuk melaporkan pengaturan skor di Indonesia,” tegas Sanjeevan.