Di salah satu sudut Pasar Beringharjo, Jogjakarta, terdapat nisan kuno yang teronggok begitu saja. Ada tanggal yang tertera. Yakni, 9 Juli 1866. Ada alasan tersendiri kenapa nisan berusia ratusan tahun itu bertahan di bangunan pasar tersebut.
—
PADA nisan tertulis, ”Hier bust Johanna Albertina van Affelen van Saemsfoort Geb. 28 September 1865 Overl 9 July 1866.” Jika diartikan, nisan itu bertulisan telah beristirahat di sini Johanna Albertina van Affelen van Saemsfoort. Mendiang lahir pada 28 September 1865. Lantas, almarhum meninggal pada 9 Juli 1866. Sehingga sangat mungkin nisan tersebut milik sesosok bayi.
Kepala Keamanan Pasar Beringharjo Teguh Kahono bercerita, pembangunan pasar berlangsung sekitar 1989–1990. Saat itu, dia masih bekerja sebagai pedagang di sekitar pasar. Pembangunan dilakukan secara tertutup. ’’Saat pembangunan itu, semua dipagar seng muter,” bebernya kepada Jawa Pos.
Warga yang biasa beraktivitas di sekitar Pasar Beringharjo tidak diperkenankan melihat prosesnya. Tapi suatu ketika, dia mendengar riuh percakapan petugas proyek pembangunan Pasar Beringharjo. ”Di sana ditemukan tulang-tulang,” ujarnya menirukan suara yang terdengar waktu itu.
Belakangan pria kelahiran 1974 itu mengetahui bahwa salah satu bagian pasar berdiri di lahan bekas makam kuno. Saat Indonesia masih dijajah Belanda. Tempat ditemukannya kerangka manusia itu dikenal dengan lokasi PB 4 dan PB 5. Kini PB 4 difungsikan sebagai sentra onderdil kendaraan bekas. Sementara itu, PB 5 dijadikan lokasi penempatan genset pasar. ’’Dulu nggak sembarang petugas bisa ke sana. Cuma orang tertentu,’’ cetusnya.
Berdasar cerita yang didengar Teguh, pernah ada petugas keamanan yang memindahkan nisan. Namun tak berselang lama, petugas tersebut membopong nisan itu kembali ke Pasar Beringharjo. Kabarnya, petugas tersebut takut.
Agar dapat melihat langsung nisan yang dimaksud, Teguh mengajak Jawa Pos menyusuri jalan yang cukup berliku. Dari pendapa Pasar Beringharjo sebelah timur, ada gang kecil ke utara yang mengarah ke barat. Gang itu dijejali pedagang arang dan bumbu giling. Lantainya becek dengan sirkulasi udara yang pengap.
Sekitar 10 meter menuju lokasi, kakek tiga cucu itu mengaku merinding. Dia menyebut, suasana pasar berubah. Teguh lalu menunjuk sebuah area parkir. Sedianya, dia meminta para buruh gendong tidur di lokasi itu. Sebab, menurutnya aman dari terpaan hujan. Selain itu, juga tersedia toilet di dekatnya. Tapi, mereka hanya bertahan dua hari.
Usut punya usut, para buruh gendong ketakutan. Mereka tak betah tidur di lokasi tersebut. Untuk itu, para buruh yang terpaksa menginap di Pasar Beringharjo dengan alasan menghemat biaya lebih memilih tidur di depan pendapa timur.
Sesampainya di lokasi, Teguh langsung menunjukkan nisan yang dimaksud. Nisan tersebut teronggok di bawah tangga tower air. Dulu, pria yang bertugas sebagai keamanan sejak 2005 itu harus naik tangga untuk menyalakan pompa air. ’’Dulu tower masih aktif. Habis gempa (2006, Red) nggak diaktifkan lagi,” paparnya.
Selama bertugas, Teguh kerap mengalami hal-hal aneh. Misal, mencium bau wewangian. Padahal, lokasi itu sama sekali tidak ditumbuhi bunga. Di lain waktu, dia pernah melihat sepasang kaki besar, hitam, dan berbulu saat menyalakan pompa air di lantai 2. ’’Kok kakinya sampai bawah (padahal tinggi tiap lantai lebih dari 2 meter, Red),” ungkapnya.
Pernah juga dia ditabrak sesuatu saat hendak menaiki tangga untuk menghidupkan pompa air. Untuk memastikan sosoknya, Teguh melongok ke arah jatuhnya benda. Tapi saat dipastikan menggunakan senter, tidak ditemukan apa pun. ’’Tidak ada suaranya, tapi pipi saya tercakar,” sebutnya.
Kepala Bidang Pasar Rakyat Disdag Kota Jogja Gunawan Nugroho Utomo membenarkan adanya bekas makam seorang Belanda. Posisinya berada di bawah tower air Pasar Beringharjo. ’’Beberapa waktu lalu, pas kami buat rumah genset, pada saat menggali juga sempat menemukan tulang,” jelasnya.
Tapi, tidak diketahui pasti, tulang-belulang yang ditemukan tersebut milik siapa. Selayaknya masyarakat beradat, tulang itu kemudian dirumat. ’’Sepertinya di situlah dulu makamnya Belanda,” ujarnya.