JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait sejumlah opini yang berkembang di masyarakat mengenai tuntutan terhadap terdakwa mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara. Sebab tuntutan 11 tahun penjara terhadap Juliari Batubara belakangan ini menuai kontrofersi.
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, tuntutan 11 tahun penjara terhadap Juliari Batubara betul-betul berlandaskan fakta, analisa, dan pertimbangan hukum. Karena penegakan hukum harus dilakukan dengan cara yang benar menurut hukum.
Terlebih memang perkara dugaan suap bansos Covid-19 yang menjerat Juliari Batubara berdasarkan hasil operasi tangkap tangan (OTT). “Kami pastikan bahwa penerapan pasal TPK pada seluruh hasil tangkap tangan KPK adalah terkait penyuapan. Hal tersebut mendasar pada hasil penyelidikannya,” kata Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (30/7).
Baca Juga: Juliari Dituntut 11 Tahun Penjara, Febri: Jauh dari Ancaman Maksimal
Juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini memahami suasana kebatinan masyarakat dalam perkara yang menyangkut hak sosial ini. Tetapi dia mengharapkan, tersebut tidak menjadi alasan untuk beropini yang kontraproduktif dalam upaya penegakan hukum.
“Karena kita tentu harus patuh dan taat terhadap norma-norma hukum dalam upaya pemberantasan korupsi,” tegas Ali.
Meski demikian, lanjut Ali, pihaknya mengharapkan upaya pemberantasan korupsi perlu dukungan masyarakat.
“Kami terus berharap dukungan dari seluruh masyarakat, bahwa mencegah dan memberantas korupsi adalah komitmen dan langkah yang akan dan terus kita lakukan bersama-sama,” ujar Ali.
Salah satu kritik disampaikan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menilai tuntutan terhadap mantan Mensos Juliari Peter Batubara sangat ringan. Sebab Juliari hanya dituntut hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
“Ringannya tuntutan tersebut semakin menggambarkan keengganan KPK menindak tegas pelaku korupsi bansos,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (29/7).
Dia pun menilai, tuntutan KPK terhadap Juliari terkesan ganjil dan mencurigakan. Sebab, pasal yang menjadi alas tuntutan, yaitu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebenarnya mengakomodir penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.
Tuntutan pembayaran pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp14,5 miliar terhadap Juliari, juga jauh dari memuaskan, karena besaran tersebut kurang dari 50 persen dari total nilai suap yang diterima Juliari Batubara. Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi.
“Padahal, pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19,” ujar Kurnia.
Penting diingat, penegak hukum merupakan representasi negara dan korban yang bertugas meminta pertanggungjawaban atas kejahatan pelaku. Hal ini pun telah ditegaskan dalam Pasal 5 huruf d UU No. 19 tahun 2019 tentang KPK.
“Regulasi itu menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK mengedepankan asas kepentingan umum. Alih-alih dijalankan, KPK justru lebih terlihat seperti perwakilan pelaku yang sedang berupaya semaksimal mungkin agar terdakwa dijatuhi hukuman rendah,” papar Kurnia.