JawaPos.com – Habis-habisan. Gambaran itu terlihat dari upaya Pemkot Surabaya dalam membendung persebaran Covid-19 di Kota Pahlawan. Seluruh daya, upaya, dan dana dicurahkan untuk penanganan dampak pandemi.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menjelaskan, penanganan virus korona memang menguras anggaran. Tahun ini hingga Juli saja dana yang digelontorkan ratusan miliar rupiah. ’’Jumlahnya berkisar Rp 700 miliar hingga 800 miliar,’’ ucap Eri selepas menghadiri vaksinasi di Lapangan THOR, Kamis (29/7).
Kekuatan dana yang dikerahkan itu tidak hanya berasal dari APBD kota. Namun, juga dari sumbangan berbagai pihak. Pemkot membuka keran donasi lewat program Surabaya Peduli. Anggaran dari APBD Surabaya yang telah dibelanjakan untuk penanganan pandemi sekitar Rp 400 miliar. Selebihnya berasal dari bantuan warga dan perusahaan yang berempati pada pemkot.
Wajar jika pemkot mengerahkan dana ratusan miliar rupiah. Hal itu berbanding lurus dengan kebutuhan. Keperluan paling besar adalah pemberian makanan untuk warga isolasi mandiri. Belum lagi pasien di Hotel Asrama Haji serta yang dirawat di seluruh rumah sakit daerah.
Kebutuhan lain adalah insentif tenaga kesehatan (nakes) yang mencapai Rp 89 miliar. Selain itu, anggaran dibelanjakan untuk peralatan tes kesehatan. Mulai alat uji usap serta rapid test antigen hingga obat-obatan.
Pada tahun sebelumnya, menurut Eri, anggaran penanganan Covid-19 juga cukup besar. Lebih dari Rp 800 miliar. ’’Saya tidak hafal. Sampai triliunan,’’ ucapnya.
Besarnya pengeluaran pemkot untuk membendung laju Covid-19 tidak sebanding dengan pemasukan. Sampai Juli ini, pendapatan asli daerah (PAD) baru mencapai 35 persen atau Rp 301 miliar dari total pendapatan daerah yang diproyeksi Rp 8,6 triliun. Nilai itu belum termasuk pendapatan daerah dari pos anggaran selain PAD.
Beragam upaya telah dilakukan pemkot untuk meningkatkan pendapatan daerah. Sayangnya, pandemi menjadi penghambat. Menurut Eri, saat ini mencari potensi daerah sangat sulit. Jalan satu-satunya menunggu Surabaya membaik. Ketika membaik, kegiatan ekonomi kembali berjalan.
Alumnus ITS itu mengatakan, Surabaya merupakan kota jasa. Untuk meningkatkan pendapatan, kegiatan MICE harus digeber. ’’Selain itu, BPHTB dan PBB digencarkan,” ucapnya.