JawaPos.com – Sebanyak delapan Fraksi di DPR RI dan pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dalam rapat pleno tingkat satu. Hanya satu fraksi yakni Partai Keadilan Sosial (PKS) yang tidak sepakat RUU TPKS dibawa ke Paripurna untuk disahkan.
Dalam kesempatan ini, pihak pemerintah diwakilkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga. Rapat dipimpin oleh Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas.
Mayoritas fraksi di DPR menyatakan setuju untuk membawa RUU TPKS ke Paripurna DPR. Hal ini setelah ditanyakan Supratman Andi Atgas kepada para legislator.
“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini bisa kita setujui untuk diteruskan dalam sidang paripurna untuk pembicaraan tingkat II?” tanya Supratman Andi Agtas selaku pimpinan sidang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (8/4).
“Setuju,” seru para peserta.
Sementara itu, Fraksi PKS meminta pengesahan RUU TPKS dilakukan setelah RKUHP disahkan atau keduanya dibahas secara bersamaan. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Almuzzammil Yusuf menilai bahwa pembahasan RUU TPKS harus dilakukan dengan paradigma berpikir yang lengkap, integral, komprehensif serta pembahasannya dilakukan secara cermat, hati-hati, dan tidak terburu-buru.
“Pembentukan undang-undang yang mengatur tentang Tindak Pidana Kesusilaan, termasuk di dalamnya Kekerasan Seksual, Perzinaan, dan Penyimpangan Seksual harus memperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIV/2016. Dalam Pertimbangan Hukumnya, Hakim Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa diperlukan langkah perbaikan untuk melengkapi pasal-pasal yang mengatur tentang Tindak Pidana Kesusilaan oleh Pembentuk Undang-undang,” ujar Anggota DPR Dapil Lampung ini.
Fraksi PKS, lanjut Muzzammil menilai bahwa dalam menyusun suatu rumusan delik tidak bisa membebaskan suatu perbuatan bukan sebagai tindak pidana, semata-mata karena perbuatan tersebut tidak memenuhi unsur delik. Padahal perbuatan tersebut jelas dilarang dan bersifat sangat tercela menurut nilai agama dan nilai-nilai hukum yang hidup masyarakat Indonesia.
“Setelah menerima banyak masukan dari masyarakat terkait RUU TPKS (Adapun masukan dari Organisasi dan Lembaga Kami lampirkan dalam Pandangan Fraksi ini), Fraksi PKS konsisten untuk memperjuangkan agar dalam RUU TPKS diatur perihal larangan dan pemidanaan terhadap Perzinaan dan Penyimpangan Seksual sebagai salah satu bentuk Tindak Pidana Kesusilaan. Norma Perzinaan dalam KUHP bermakna sempit sehingga tidak bisa menjangkau perbuatan zina yang dilakukan oleh pasangan yang keduanya belum terikat perkawinan dengan pihak lain,” terang Muzzammil.