JawaPos.com – Sejumlah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini tergabung dalam Indonesia Memanggil 57+ Institute, mengkritik putusan hakim Komisi Informasi Pusat (KIP) yang menganulir permintaan dibukanya hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Hotman Tambunan, mantan pegawai KPK yang juga salah satu pemohon gugatan menilai, Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) sama sekali tidak menyinggung dan mempertimbangan Pasal 18 Undang-Undang KIP, dalam putusan sengketa informasi hasil assesment Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Majelis hakim kata Hotman, hanya mempertimbangkan pasal 17 huruf g dan h UU KIP. Padahal pasal dimaksud harus dibaca secara bersamaan dengan pasal 18 ayat (2) UU KIP. Tidak boleh dan tidak utuh hanya membaca pasal 17, tanpa melanjutkan dengan pasal 18 UU KIP dimaksud.
“Pasal 18 ayat 2 menyebutkan dengan jelas bahwa Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila Pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik,” ucap Hotman dalam keterangan tertulis, Minggu (20/3).
Menurut Hotman, pemohon 11 eks Pegawai KPK dalam mengajukan permohonan informasi hasil assesmen TWK telah memberikan persetujuan secara tertulis, bahwa informasi hasil tes bersedia untuk diungkap. Sehingga sudah sepatutnya Majelis Komisioner mempertimbangkan hal tersebut.
Hotman berujar, pemohon merasa penting untuk mendapatkan hasil TWK masing-masing, mengingat atas dasar hasil TWK pemohon dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan diberhentikan sebagai pegawai KPK bahkan disebut sudah merah dan tidak bisa dibina lagi.
Namun, alih-alih menggunakan pasal 18 ayat (2) UU No 14 Tahun 2008, Majelis justru menguburkan makna yang ada di pasal 18 ayat (2) dan menggunakan pertimbangan, bahwa informasi tidak dikuasai oleh KPK, sehingga informasi dikecualikan dan tidak wajib diberikan kepada pemohon.
Atas putusan tersebut, Hotman menilai jika hal itu tidak hanya merugikan 57 eks-pegawai KPK mendapatkan keadilan untuk kejelasan informasi perihal TWK. Melainkan juga menguburkan spirit transparansi, serta akuntabilitas institusi publik dengan mengembalikan penghalangan atas informasi yang diinginkan publik.
“Selama ini Komisi Informasi diharapkan publik dapat membongkar dan menerabas kegelapan informasi. Namun yang terjadi malah sebaliknya. Transparansi informasi selama ini menjadi garda terdepan dalam upaya pemberantasan segala aspek manipulasi termasuk korupsi,” papar Hotman.
Dilain pihak, Perwakilan IM 57+ Institute juga menyoroti lambatnya penyelesaian sengketa informasi yang melebihi 100 hari sebagaimana yang diatur pada pasal 38 UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, bahwa penyelesaian sengketa dilakukan paling lambat 100 hari. IM 57+ Institute juga mempertanyakan kelanjutan sengketa informasi yang telah diajukan dengan nomor register 043/XI/KIP-PS/2021 dengan pihak termohon Badan Kepegawaian Negara.
Permohonan sengketa tersebut telah diajukan sejak November 2021, namun hingga saat ini tidak ada kabar kelanjutan proses sengketa dari pihak KIP. Padahal UU KIP telah mengatur bahwa batas waktu penyelesaian sengketa adalah 100 hari setelah didaftarkan kepada Panitera KIP.
“Oleh karena itu IM 57+ Institute mempertanyakan keseriusan dan profesionalitas Komisioner KIP dalam menyelesaikan permohonan sengketa yang diajukan,” pungkas Hotman.