JawaPos.com- Pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas berlangsung di Surabaya sejak September 2021. Perubahan persentase kapasitas terus menyesuaikan kondisi kasus Covid-19. Namun, pendidikan anak kelompok bermain hingga TK masih merasakan dampaknya hingga saat ini.
’’Kami akui anak-anaknya memang lebih sedikit daripada sebelum pandemi,’’ ucap Siti Rachmawati, salah seorang pendamping PAUD.
Kebanyakan siswa tidak melanjutkan sejak pembelajaran jarak jauh (PJJ) lama dilakukan. ’’Akhirnya ada yang pindah, ada yang alasan lain-lain,’’ imbuhnya. Penambahan siswa baru juga tidak signifikan.
Martadi, pengamat pendidikan, menyatakan bahwa banyak orang tua yang memang menunda untuk mendaftarkan anaknya ke PAUD/KB-TK sejak pandemi terjadi. Faktor penguasaan teknologi untuk pembelajaran cukup berpengaruh pada keputusan tersebut.
Rachma, sapaan Siti Rachmawati, menyatakan bahwa pihaknya sebenarnya sangat terbuka dengan siswa baru. Mereka tak perlu terikat dengan sistem pendaftaran khusus. ’’Kalau anak mau, orang tua oke, mau masuk saat pertengahan semester juga tidak masalah,’’ sambungnya saat ditemui kemarin (13/3).
Saat ini siswa yang aktif berkisar 10 orang. Padahal, kuota yang dibuka mencapai 25 anak. Turunnya jumlah siswa juga diakui Kepala IGTKI PGRI Kecamatan Wiyung Wasianing. Penurunan dirasakan semua KB-TK. Dia menuturkan, jumlah siswa di areanya sebelum pandemi bisa mencapai 2.000 peserta didik. ’’Sekarang sekitar 1.200 saja. Semua benar-benar merasakan,’’ imbuhnya.
Penurunan peserta didik itu memang sangat terasa bagi KB-TK swasta. Sebab, biaya operasional bergantung pada jumlah murid yang ada. ’’Sekolah swasta jadi hanya bergantung pada BOS (bantuan operasional sekolah). Karena praktis, siswa juga mengajukan keringanan atau keterlambatan. Akhirnya bergantung pada gaji yang diterima guru,’’ tutur Martadi saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Hal tersebut juga diakui Wasianing. Penurunan jumlah siswa tentu juga memengaruhi besaran BOS di sekolah dan jasa pelayanan yang diterima guru. Dia mengakui bahwa tak semua guru di lembaganya yang mengajar menerima dana jasa pelayanan. ’’Di antara delapan guru yang mengajar, hanya lima yang menerima,’’ sambungnya. Karena beban kerja yang sama, Wasianing dan guru penerima jasa pelayanan memilih membagi rata uang untuk delapan guru yang ada.
Rachma juga menyatakan bahwa pihaknya bergantung pada dana yang diberikan lewat Dinas Pendidikan Surabaya. ’’Sekarang ya tidak ada siswa yang bayar. Kalau ada yang bayar, ya untuk membantu pengadaan kebutuhan belajar,’’ ucapnya.
Wasianing dan timnya melakukan perpanjangan pendaftaran. Biasanya, KB-TK Istiqomah sudah menutup pendaftaran pada Maret setiap tahun. ’’Sekarang masih buka terus. Dari kuota dua kelas, baru terisi penuh satu kelas, yakni 15 anak,’’ paparnya.
Menanggapi masalah tersebut, Martadi mengingatkan pentingnya asosiasi IGTKI dalam kesejahteraan guru. Komunikasi perlu dijalin IGTKI kepada pemerintah untuk sekolah negeri dan yayasan untuk sekolah swasta. ’’Peran advokasi ini yang harus dijalankan dengan optimal oleh asosiasi agar kebutuhan guru ini diketahui dengan gamblang,’’ paparnya.
—
Jumlah Murid TK di Surabaya dari Tahun ke Tahun (Lima Tahun Ajaran Terakhir)
- 2017–2018: 82.286 anak
- 2018–2019: 78.973 anak
- 2019–2020: 74.546 anak
- 2020–2021: 67.200 anak
- 2021–2022: 59.407 anak
Sumber: Badan Pusat Statistik