JawaPos.com – Mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara hadapi persidangan dengan agenda pembacaan tuntutan hukum jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Juliari merupakan terdakwa dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19.
“Sesuai jadwal persidangan, benar hari ini, (28/7/2021) dalam perkara terdakwa Juliari P Batubara diagendakan pembacaan surat tuntutan oleh tim JPU KPK,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (28/7).
Terpisah, tim kuasa hukum Juliari Peter Batubara, Maqdir Ismail mengharapkan Jaksa KPK bisa menuntut hukuman terhadap kliennya secara adil. Dia mengaku, tidak ada persiapan khusus dalam menghadapi tuntutan hukum Jaksa KPK.
Baca Juga: KPK Didesak Tuntut Seumur Hidup Penjara Juliari Batubara
“Tidak ada persiapan apapun, kita siap mendengar tuntutan. Tentu dengan harapan Pak Juliari Peter Batubara akan dituntut secara adil,” ujar Maqdir.
Maqdir menegaskan, selama proses persidangan dakwaan Jaksa terkait Rp 14,7 miliar terhadap kliennya yang diduga diminta oleh Matheus Joko Santoso selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos kepada para vendor terbantahkan. Menurutnya dalam persidangan, saksi Kukuh Ary Wibowo, Selvy Nurbaety dan Eko Budi Santoso tidak pernah meminta atau menerima uang terkait bansos.
“Ketiga saksi tersebut secara tegas dan terang membantah bahwa tidak ada uang yang mereka terima untuk kepentingan Terdakwa Juliari Peter Batubara dari Matheus Joko Santoso melalui Adi Wahyono,” ujar Maqdir.
Maqdir mengutarakan, berdasarkan kesaksian Harry van Sidabukke, Ardian Iskandar Maddanatja, Rocky Joseph Pesik, Raj Indra Singh, Mohammad Iqbal, Dino Aprilianto, Raka Iman Topan, Riski Riswandi, Irman Putra, Kuntomo Jenawi, Merry Hartini, dan Chandra Andriati secara tegas menyetakan tidak pernah ada niat untuk memberi uang kepada Pak Juliari Peter Batubara.
“Tidak juga terlintas dalam pikiran mereka bahwa uang yang diberikan kepada Matheus Joko Santoso untuk kepentingan Pak Juliari Peter Batubara,” papar Maqdir.
Terlebih para saksi tersebut tidak pernah bertemu secara langsung dengan Juliari Peter Batubara yang saat itu menjabat sebagai Mensos. Terkecuali secara kebetulan Harry Van Sidabukke, menerangkan pernah bertemu dengan Juliari Batubara ketika meninjau gudang.
Maqdir pun mengklaim, kliennya tidak pernah menerima hadiah atau janji yang terkait dengan kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji ada hubungannya dengan jabatan kliennya sebagai Mensos.
Karena itu, Maqdir mengutarakan justru Matheus Joko Santoso yang berbohong, lantaran menyeret Juliari Batubara ke dalam pusaran kasus dugaan suap bansos. Terlebih, Matheus Joko yang saat ini mengajukan justice collaboratore (JC) dinilai hanya untuk mendapat keringanan hukuman.
“Saksi seperti yang ditunjukkan oleh Saksi Matheus Joko Santoso ini adalah saksi jahat. Saksi seperti ini harus dihentikan, dengan cara memberi hukuman yang tinggi dan membebaskan orang yang dituding oleh saksi seperti Matheus Joko Santoso dari segala dakwaan,” tandas Maqdir.
Dalam perkaranya, Juliari Peter Batubara didakwa menerima suap senilai Rp 32,48 miliar terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun anggaran 2020. Juliari dinilai memotong Rp 10 ribu dari setiap paket pengadaan bansos.
Adapun rincian uang yang diterima Juliari melalui Adi Wahyono dan Matheus Joko yakni, berasal dari konsultan Hukum Harry Van Sidabukke, senilai Rp 1,28 miliar. Kemudian dari Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja, sejumlah Rp 1,95 miliar, serta sebesar Rp 29 miliar berasal dari para pengusaha penyedia barang lainnya.
Juliari Batubara didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.