Refleksi Hari Musik Nasional: Mengenang Band Rock dengan Nama Apotek dari Surabaya
Surabaya mewarnai musik Indonesia dengan genre rock. Band-band besar beraliran cadas lahir dari ibu kota Jawa Timur ini. Belakangan konser dan festival absen dari Kota Pahlawan. Berhentikah Surabaya memproduksi musisi rock?
—
SEHARUSNYA, Andalas Datoe Oloan Harahap alias Ucok menjadi apoteker jempolan. Sang ayah, Ismail Harahap, bahkan sudah menyiapkan apotek untuk dikelola sang putra. Apotek Kali Asin. Letaknya pun berada di jalan utama Surabaya era lama. Kini apotek itu sudah berganti patung karapan sapi di Jalan Basuki Rahmat.
Ucok memang sempat menjalani episode hidupnya sebagai apoteker. Tapi, panggilan jiwanya untuk menjadi seniman jauh lebih kuat. Pada akhirnya, dia memang bermarkas di apotek tersebut. Tapi, tidak sebagai apoteker lagi. Melainkan sebagai vokalis band rock. Nama bandnya? AKA. Kependekan dari Apotek Kali Asin.
Tentang Ucok yang lebih memilih menjadi musisi ketimbang apoteker, Ismail pun sebenarnya tidak kaget. Sebab, putranya itu mewarisi bakat musik darinya. Dia juga tidak heran ketika Ucok membelanjakan tabungannya saat menjadi apoteker ke toko musik. Ucok rajin berbelanja alat-alat musik. Memang buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Tentang Ucok yang nyentrik, Siti Nasyi’ah punya kenangan tersendiri. Kepada Jawa Pos, penulis buku Ucok AKA Harahap: Antara Rock, Wanita & Keruntuhan itu menceritakan kedekatannya dengan sang musisi. ’’Bang Ucok pernah tampil menyanyi sambil kedua kakinya digantung, terus talinya lepas. Kepalanya jatuh duluan. Tapi, dia lanjut nyanyi,” kata perempuan yang akrab disapa Ita itu pada Jumat (4/3).
Ucok memang vokalis yang kebanyakan tingkah. Atraksinya di atas panggung sering membuat jantung serasa berhenti berdetak. Pernah suatu kali, dia dijahili krunya ketika manggung di Taman Ismail Marzuki pada 1973. Ucok masuk ke dalam peti mati. Tanpa dia duga, ada mayat betulan di dalamnya. Ucok kaget, tapi tidak bisa berkutik karena terkunci di dalam peti bersama si mayat.
”Dia gedor-gedor peti itu karena ketakutan. Itulah ciri khas dia. Sering nyanyi sambil atraksi gendheng-gendhengan,” ujarnya.
Ucok memberikan pengaruh yang kuat pada AKA yang warna musiknya banyak dipengaruhi Led Zeppelin dan Deep Purple. AKA membawa Surabaya ke pentas musik nasional. AKA kemudian juga dikenal sebagai pelopor musik rock nasional. Namun, perpecahan dalam tubuh AKA membuat Ucok berpisah dengan tiga temannya yang lain.
Ucok membuat band baru di Jakarta dengan nama Ucok and His Gangs. Sementara itu, sepeninggal Ucok, para personel AKA yang lain lanjut bermusik dengan bendera SAS. SAS adalah kependekan dari nama-nama personelnya. Soenatha Tanjung, Arthur Kaunang, dan Syech Abidin. SAS pun menjadi band rock yang berpengaruh di Indonesia.
Selain band rock, Surabaya juga melahirkan gitaris dan vokalis hebat. Genre mereka juga rock. Gitaris yang dimaksud adalah Ludwig Lemans yang pernah tercatat sebagai salah satu anggota God Bless. Sedangkan, vokalis rock yang tenar dan berasal dari Surabaya adalah Ita Purnamasari.
Surabaya melahirkan banyak musisi rock sejak 1960-an. Salah satu pemicunya adalah maraknya festival musik yang digawangi Log Zhelebour. ’’Ciri khas Surabaya sebagai kota rock masih melekat. Bahkan sampai sekarang,’’ kata Stanley Tulung, seorang pengamat musik di ibu kota. Namun, menurut dia, setelah Boomerang dan Dewa 19, belum ada lagi band rock asal Surabaya yang dikenal luas oleh publik.
Beberapa tahun terakhir, imbuh Stanley, K-pop mendominasi musik nasional. Pengaruh K-pop di Indonesia sangatlah kuat. ’’K-pop tidak hanya menghantam rock, tetapi semuanya. Tapi, seluruh dunia memang sedang menggemari K-pop,” tuturnya dalam percakapan telepon dengan Jawa Pos pada Rabu (2/3).
Kendati demikian, siklus musik akan berputar. Stanley yakin, musik rock akan kembali berjaya. Harapan itu salah satunya muncul dari Jogjakarta. Tepatnya, lewat pergelaran JogjaROCKarta. Festival yang digagas oleh Anas Syahrul Alimi itu akan berdampak pada perkembangan musik rock di tanah air.
Stanley mengimbuhkan bahwa rock adalah musik yang lugas dan dekat dengan rakyat. Semua kalangan bisa mengakses musik rock. “Saya pernah mengalami zaman tren musik rock dengan subgenre glam rock, hard rock, thrash metal, progressive rock, funk rock, dan lain-lain. Nanti pasti ada tren baru lagi yang jatuhnya tetap rock,” tegasnya.