JawaPos.com – Ombudsman RI memberikan perhatian serius terhadap harga minyak goreng (migor) yang belum stabil. Lembaga pengawas pelayanan publik itu aktif memantau harga bahan pokok tersebut. Hasilnya, harga migor memang belum merata.
Di banyak pasar tradisional, harga migor masih diperdagangkan di atas harga eceran tertinggi (HET). Yaitu, Rp 11.500 per liter. Padahal, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah menetapkan kebijakan satu harga. ”Tingkat kepatuhan relatif masih rendah,’’ kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Timur Agus Muttaqin Senin (28/2).
Kondisi itu, jelas Agus, terpantau di pasar dan ritel tradisional. Di Surabaya, misalnya, hanya 12,82 persen pasar tradisional dan 10,19 persen ritel tradisional yang memperdagangkan minyak goreng sesuai HET. Selebihnya, masih banyak yang menjual melebihi ketentuan. ”Kita sudah lakukan pemantauan di beberapa pasar,’’ ujar Agus.
Padahal, sambung dia, Surabaya termasuk yang menjadi sasaran gelontoran minyak curah dari Kemendag. Sejauh ini Surabaya sudah digelontor 49,5 ton minyak curah untuk pedagang dan distributor. Harapannya, harga jual ke masyarakat bisa ditekan sesuai HET.
Agus mengungkapkan, dibandingkan pasar tradisional, tingkat kepatuhan pasar modern relatif lebih tinggi. Harga migor sesuai HET di pasar modern mencapai 69,85 persen dan ritel modern sebesar 57,14 persen.
Menindaklanjuti temuan itu, Ombudsman meminta agar Pemkot Surabaya lebih aktif turun ke pasar. Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopdag) Surabaya diminta rajin mengontrol harga. Khususnya dari distributor kepada pedagang-pedagang pasar dan ritel tradisional. Biasanya, di sinilah celah praktik kenaikan harga yang memicu harga jual di atas HET sehingga memberatkan konsumen atau masyarakat.
Bukan hanya pemkot. Satgas pangan dari Polrestabes Surabaya juga harus turun lebih cepat dalam melakukan intervensi pasar. Ombudsman menyarankan agar aparat tidak segan-segan melakukan penindakan jika terjadi penyimpangan harga. Terlebih jika ada indikasi penimbunan migor yang dilakukan oleh distributor, pedagang, atau masyarakat. Sebab, praktik culas itu bisa berdampak pada kelangkaan dan melonjaknya harga. ”Saya kira perlu ada efek jera dari satgas pangan,’’ imbuhnya.
Ombudsman, tegas Agus, akan terus aktif melakukan pengawasan. Dia berharap dalam dua pekan ke depan harga migor bisa normal sesuai HET. Atau selambat-lambatnya sebelum memasuki bulan Ramadan. Dengan pasokan berlebih dari Kemendag, minyak goreng dengan harga terjangkau bisa dirasakan manfaatnya oleh warga metropolis.
Terpisah, Kabid Distribusi Perdagangan Dinkopdag Surabaya Devie Afrianto mengakui harga migor di pasar tradisional belum sesuai HET. Dia mengatakan, pihaknya masih membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian kepada para pedagang. ”Untuk pasar-pasar tradisional diupayakan bisa sesuai (harga HET, Red). Perlu dilakukan sosialisasi,’’ ujar Devie.
Humas PD Pasar Surya Zaini menyampaikan, selama seminggu terakhir terjadi tren penurunan harga migor curah. Harga komoditas itu di pasar-pasar tradisional semakin terjangkau. Dia optimistis jika pola distribusi membaik, harga migor akan terus ditekan hingga mencapai HET, yaitu Rp 11.500 per liter.
Pemantauan di sejumlah pasar tradisional menunjukkan tren harga yang turun. Di Pasar Tambakrejo bahkan harga minyak goreng curah Rp 11.500 per liter. Di Pasar Wonokromo terpantau Rp 13 ribu per liter. Di Pasar Pabean dan Pasar Kembang harganya masih di kisaran Rp 15 ribu per liter. Di Pasar Genteng Baru harga migor Rp 14 ribu per liter.
”Sekarang ini polanya sudah semakin mendekati HET,’’ jelas Zaini.
GRAFIK HARGA MIGOR DALAM SEPEKAN TERAKHIR
Waktu | Harga Per Liter
Senin (21/2) | Rp 15.900
Selasa (22/2) | Rp 15.300
Rabu (23/2) | Rp 15.300
Kamis (24/2) | Rp 14.750
Jumat (25/2) | Rp 13.583
Keterangan:
Setiap hari terjadi penurunan harga komoditas migor mendekati harga HET Rp 11.500 per liter.
Sumber: PD Pasar Surya