JawaPos.com – Keputusan memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Kalimantan bukan langkah tergesa-gesa. Rencana ini sudah dikemukakan mendiang Bung Karno dan terus menjadi wacara di era presiden setelahnya. Saat Presiden Jokowi memutuskannya menjadi program konkret, itu karena kepemimpinan nasional saat ini menyelami benar gagasan itu dan berani menjalankannya sebagai panggilan sejarah.
Hal ini dikemukakan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan di Jakarta, Selasa (1/3). Budi Gunawan menambahkan, program pembangunan IKN Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, seharusnya dimaknai sebagai keputusan besar yang diambil Bangsa Indonesia untuk menggeser landasan kemajuannya dari cara pandang Jawa sentris menjadi Indonesia sentris.
“Selama ini, karena perjalanan sejarah, orientasi pusat pertumbuhan bertumpu hanya di Jawa. Tapi karena tuntutan sejarah pula, sekarang kita mengadopsi cara pandang Indonesia sentris sebagai landasan pembangunan, demi pemerataan, keadilan dan kesejahteraan untuk semua,” ujar Budi Gunawan.
Perjalanan Bangsa Indonesia, lanjutnya, sudah sampai ke titik di mana cara pandang Indonesia sentris itu menjadi keniscayaan. Ini yang ditangkap dengan baik oleh Presiden Jokowi, dan disambut baik para wakil rakyat dengan menjadikannya produk perundang-undangan di DPR.
“Jadi, ini bukan keputusan tergesa-gesa, melainkan ujung dari evolusi sebuah gagasan yang diwujudkan sebagai sebuah keputusan. Dan sebelum benar-benar diputuskan, gagasan ini pun telah melewati sejumlah kajian dan penelitian, baik dari aspek geografis, sosiokultural, ekonomi, maupun ketahanan dan keamanan. Dari segala aspek tersebut, paradigma Indonesia sentris yang diwujudkan dengan pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan ini diyakini akan membawa Indonesia menjadi Bangsa yang lebih kuat dan maju,” pungkas Budi Gunawan.
Pemikiran senada dikemukakan mantan Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof DR der Soz Gumilar Rusliwa Somantri. Menurut guru besar Sosiologi Perkotaan dan Pedesaan UI ini, langkah memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, merupakan keputusan historis.
“Selama ini, kebijakan pembangunan Indonesia terkesan Jawa sentris. Hal ini sudah menjadi beban bagi Bangsa ini dalam kurun yang sangat panjang. Keberanian Presiden Jokowi dan para wakil rakyat di DPR untuk menggeser orientasi itu harus kita beri apresiasi,” ujar Gumilar Rusliwa Somantri di Balikpapan.
Gumilar Rusliwa Somantri memaparkan pemikirannya sebagai pembicara dalam acara Musyawarah Wilayah Halaqah BEM Pesantren Se-Kalimantan di Hotel Binakutai, Balikpapan, Kalimantan Timur. Lebih lanjut, menurut Profesor Gumilar, beban sejarah Jawa sentris tersebut tidak bisa diartikan semata dari aspek fisik, bahwa Jakarta sudah terlalu padat atau terlalu macet. Tapi juga dari aspek sosio-kultural, ekonomi, bahkan hingga ideologi.
“Jadi ini bukan hanya soal tata ruang, infrastuktur, atau demografi. Iya, itu semua termasuk. Tapi, lebih jauh lagi, ini soal rajut kebangsaan kita yang tidak bisa sempurna bila tidak digeser ke orientasi yang ideal, yaitu Indonesia sentris,” ungkapnya.
“Kami, halaqah BEM Pesantren se-Kalimantan, mendukung pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur,” kata peserta Muswil Halaqah BEM Kalimantan.