MASYARAKAT Bali boleh bergaul akrab dengan wisatawan asing. Namun, di tengah keharmonisan berbalut nuansa internasional itu, bahasa Bali tetaplah kekayaan lokal yang terus dilestarikan. Agar masyarakat tidak lupa pada identitas mereka, Pemprov Bali membentuk Divisi Penyuluh Bahasa Bali. Para penyuluh tersebut adalah tenaga kontrak.
Setiap desa memiliki penyuluh. Dwi Mahendra Putra, salah satunya. Dia bekerja di kantor Desa Dauh Puri Kangin, Kota Denpasar, sejak 2016. Tugas para penyuluh seperti Mahendra adalah memberikan pemahaman tentang bahasa, sastra, dan aksara Bali. Sasarannya bukan hanya anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Selain mengajarkannya secara tulisan, para penyuluh harus mampu memopulerkan bahasa Bali secara lisan.
”Akhirnya, orang yang kita ajarkan itu bisa menyanyikan lagu dengan bahasa Bali, bisa berpidato atau menjadi MC (master of ceremony) dengan bahasa Bali,” ungkap Mahendra melalui percakapan telepon dengan Jawa Pos kemarin (26/2).
Saat ini salah satu program kerja penyuluh bahasa Bali adalah membuat buku cerita bergambar (cergam). Mahendra bersama 42 penyuluh lain se-Denpasar sudah menghasilkan dua cergam. Yakni, Cening Ayu Payuk serta I Culaga dan Culiga. Buku-buku tersebut merupakan hasil alih wahana dongeng-dongeng Bali yang diejawantahkan ke dalam buku cerita dengan ilustrasi.
Mahendra bertugas menafsirkan penokohan, membuat plot, dan membantu ilustrator memahami cerita.
Selain itu, para penyuluh mengajak ibu-ibu mendongeng dalam bahasa Bali. Itu adalah program yang menantang karena anak-anak zaman now begitu akrab dengan ponsel, media sosial, dan game. Mendongeng butuh upaya yang lebih keras. Penting bagi orang tua menularkan cerita rakyat Bali kepada buah hati mereka.
Aktivitas mendongeng itu sempat dilombakan dalam peringatan Bulan Bahasa pada Oktober tahun lalu. ”Jadi, supaya anak-anak itu tidak hanya tahu Upin & Ipin. Perlu juga kita kasih cerita-cerita rakyat, kita ceritakan pakai bahasa Bali,” tutur Mahendra.