JawaPos.com – Aturan pengeras suara di masjid dan musala yang sudah berumur 44 tahun diperbarui. Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan surat edaran (SE) pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala yang terbaru di Jakarta kemarin (21/2).
Seperti diketahui, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala selama ini diatur dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam Kemenag yang terbit pada 1978. Kemudian, pada 2018 Kemenag menerbitkan SE pelaksanaan instruksi Dirjen Bimas Islam Kemenag tersebut. Tahun ini aturannya diganti dengan peraturan yang lebih tinggi, yakni SE menteri.
Secara teknis tidak ada perubahan signifikan dalam aturan pengeras suara masjid dan musala itu. Misalnya, di aturan yang lama, penggunaan pengeras suara luar sebelum azan Subuh diperbolehkan maksimal 15 menit sebelumnya. Dalam aturan yang baru maksimal 10 menit. Setelah azan, kegiatan salat wajib sampai zikir menggunakan pengeras suara dalam. Ketentuan baru lainnya, tingkat suara yang dihasilkan dari pengeras suara luar maksimal 100 dB (desibel).
Pengeras suara luar berarti pengeras suara yang diarahkan atau disiarkan ke luar kompleks masjid atau musala. Seperti menggunakan speaker toa atau sejenisnya. Sedangkan pengeras suara dalam hanya digunakan di dalam ruangan masjid atau musala.
Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin membenarkan adanya pengurangan durasi penggunaan pengeras suara luar tersebut. Dia mengatakan, aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala itu sudah dibahas dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI).
Menurut Kamaruddin, memang perlu dibuat aturan terbaru tentang penggunaan pengeras suara itu. ”Di samping memang dibutuhkan, juga ada beberapa peristiwa yang menimbulkan ketidaknyamanan di tengah masyarakat,” tuturnya.