JawaPos.com–Ketua panitia pembangunan masjid dan Ketua Takmir Masjid Al-Islah Kenjeran dipolisikan. Ketua takmir dilaporkan atas dugaan penggelapan dana pembangunan masjid.

Laporan telah diterima Polrestabes Surabaya. Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Mirzal Maulana saat dikonfirmasi melalui telepon membenarkan laporan dugaan penggelapan dana masjid itu. Laporan tersebut bernomor TPL/B/174/I/2022/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JATIM.

”Iya kemarin (21/2) ada laporan terkait penggelapan dana pembangunan masjid. Kami baru memintai keterangan dari pelapor,” kata Mirzal pada Selasa (22/2).

Terduga Wahid, dilaporkakn warga sekitar karena diduga membawa lari uang pembangunan masjid senilai Rp 2 miliar. Dari dugaan sementara, uang itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Wahid. Dugaan itu diketahui berdasar audit internal.

Juru bicara pengurus masjid Didik Suko Sutrisno mengatakan, pembangunan dimulai sejak 2017. Menurut rencana anggaran biaya (RAB), pembangunan masjid itu membutuhkan dana sekitar Rp 14,8 miliar.

Anggaran pembangunan masjid di dekat perempatan Kenjeran-Putri Agung itu berasal dari warga dan pengguna jalan. Namun, pembangunan tak juga selesai, warga pun geram.

”Kalau berdasar RAB, harusnya kan sudah selesai pembangunannya. Bahkan ada dana yang lebih. Tapi, kalau melihat bahan bangunan yang terus naik harganya, mungkin bisa naik sampai 30 persen lah dari RAB,” kata Didik.

Setahun setelah pencanangan pembangunan, yakni pada 2018, beberapa pengurus masjid mulai resah. Sebab dana pembangunan telah mencapai Rp 18 miliar, namun tidak ada kemajuan.

Padahal, tiap hari selalu ada petugas masjid yang meminta sumbangan di jalan. Per hari, uang yang dikumpulkan mencapai Rp 10 juta.

”Pak Wahid selalu minta uang operasional. Nominalnya Rp 4 juta. Tapi, bisa juga lebih. Jadi memang ada yang bisa kontrol. Semuanya jadi satu. Tapi, sekarang, ketua takmirnya sudah diganti,” beber Didik.

Mediasi pun dilakukan atas keresahan warga. Beberapa yang hadir adalah ketua LPMK Kelurahan Gading dan perangkat kecamatan.

Dalam mediasi itu, warga meminta pertanggungjawaban dari dugaan penyelewengan dana. Warga juga meminta pengurus masjid menghentikan penggalangan dana.

”Kami minta pengurus RW setempat untuk masuk dalam kepengurusan kepanitiaan pembangunan masjid,” ujar Didik.

Dalam mediasi kedua yang digelar November 2021, pemerintah setempat menyarankan kepada Wahid untuk menyiapkan laporan pertanggungjawaban (LPJ). Sebab tidak pernah ada LPJ sejak 5 tahun lalu.

”Namun, hasil mediasi yang berlangsung tiga kali itu, pihak panitia pembangunan mengabaikan tuntutan warga. Mediasi itu disaksikan pihak pemerintah setempat. Sehingga kami disarankan untuk melakukan audit independen,” papar Didik.

Dalam pembuatan LPJ itu, warga menemukan hal ganjil. Yakni LPJ dibuat dalam waktu lima hari. Kemudian, warga melakukan audit independen berdasar LPJ yang telah dibuat. Hasilnya, terdapat selisih dana senilai Rp 2,8 miliar.

”Selisih itu baru penggalangan dana siang saja. Belum termasuk malam dan dana masuk dari donatur lainnya,” ungkap Didik.

Selisih itu belum termasuk dana yang sudah terkumpul di kas panitia pembangunan. Jumlahnya Rp 29 miliar.

”Seharusnya, sudah tidak ada lagi pengambilan bantuan di jalan. Tapi, sampai sekarang, masih dilakukan,” ucap Didik.

By admin