JawaPos.com – Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengkritik kebijakan anyar Kementerian Agama (Kemenag) mengenai panduan pemakaian pengeras suara di masjid atau musala yang diatur dalam Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Bukhori menilai, secara substansi pedoman tersebut mengabaikan dinamika kondisi sosiologis dan kultural masyarakat setempat. Mengingat jangkauan dari edaran tersebut tidak hanya dialamatkan kepada masjid atau musala yang berada di wilayah perkotaan tetapi juga di wilayah pedesaan.
“Penggunaan pengeras suara di masjid adalah tradisi umat Islam di Indonesia. Bagi masyarakat Islam tradisional yang komunal, mereka relatif memiliki penerimaan yang lebih positif terhadap tradisi melantunkan azan, zikir, atau pengajian dengan suara keras melalui speaker masjid,” terang dia, Selasa (22/2).
“Selain alasan bahwa di dalam budaya komunal setiap laku individu terkonstruksi secara alamiah untuk mengutamakan kepentingan umum, tradisi tersebut juga tidak menemukan masalah ketika diterapkan di lingkungan yang homogen (sama) seperti pedesaan,” sambungnya.
Politisi PKS ini mengatakan, dalam konstruksi kebudayaan masyarakat di pedesaan, bunyi keras tersebut telah menjelma sebagai ‘soundscape’ atau bunyi lingkungan. Sehingga apabila frekuensi ataupun kapasitas dari bunyi tersebut berkurang, melemah, bahkan menghilang, maka dapat berpengaruh terhadap suasana kebatinan penduduk. “Seperti ada bagian yang hilang dalam keseharian hidup mereka,” ungkapnya.
Jadi, fenomena yang dianggap lazim di pedesaan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima oleh penduduk di lingkungan perkotaan yang hidup dalam suasana heterogen, individualistik, serta bising, sehingga ketenangan menjadi hal yang didambakan di tengah hiruk pikuk kehidupan metropolitan.
“Dalam kondisi itu, pengaturan pengeras suara pada tingkat yang proporsional menjadi hal yang perlu dilakukan. Selain demi menjaga harmoni sosial di lingkungan yang heterogen, juga penting untuk menjaga simpati masyarakat atas kegiatan keagamaan yang dilakukan,” pungkasnya.