JawaPos.com– Derita pelaku usaha buntut kelangkaan minyak goreng, hingga kini belum juga usai. Giliran kini pelaku usaha tahu tempe terpukul. Mereka menjerit lantaran bahan baku kedelai meroket.
Nasib itu juga dialami Dwi Aminah. Dia adalah salah seorang dari sekian produsen tempe di Gresik. Tepatnya, dari Desa Klangonan, Kecamatan Kebomas. Namun, meski harga bahan baku melambung, tidak lantas membuat Aminah limbung. Dia masih mencoba terus bertahan.
Rumah produksi tempe milik Aminah yang sudah 65 tahun ini terlihat longgar. Maklum, sejak harga kedelai merangkak dari Rp 9 ribu di akhir tahun lalu, dia memilih mengurangi produksi. Tinggal 40 kilogram kedelai.
Komoditas impor asal Amerika Serikat itu sedang diproses peragian. Wanita 47 tahun itu menyebut, sebelumnya bisa memproduksi 80-100 kilogram per hari. “Tempe ini kan butuh waktu empat hari proses pembuatannya,” ucap dia.
Selain kedelai yang baru diberi ragi, di rak-rak produksi juga terlihat sejumlah tempe yang sudah dikemas. Saat normal, di rak itu terdapat tiga tumpukan. Kini, hanya ada satu tumpukan saja. “Kalau tempe cetakan besar, biasanya ada delapan wadah, sekarang hanya tiga wadah,” katanya.
Saat ini, harga kedelai mencapai Rp 11 ribu per kilogram. Itu harga di koperasi. Tapi, di pasaran harga bisa menyentuh Rp 12 ribu sampai Rp 13 ribu. Padahal, tahun lalu harga bahan baku itu masih berkisar Rp 6 ribu sampai Rp 9 ribu saja.
Kondisi saat ini terbilang begitu sulit. Aminah seolah terjepit. Mau mogok produksi tempe, tapi sudah menjadi gantungan hidup puluhan tahun. Terus produksi, harga bahan baku melangit. Ibaratnya, tidak nyucuk.
Toh, Aminah memilih jalan terus. Dia belum ingin mengubah apapun. Baik harga maupun kualitasnya. Sebab, apabila diubah, dia khawatir pasar menjauh. “Tapi, kalau harga melambung terus, mau tidak mau tentu akan dipertimbangkan menaikan harga. Kalau memperkecil ukuran, saya kira tidak,” jelasnya.
Selain persoalan harga bahan baku, tantangan para produsen tahu dan tempe dari Gresik adalah persaingan di pasar. Menurut Aminah, di pasaran Gresik, kini banyak juga suplai tahu dan tempe dari luar daerah. Terutama dari Pekalongan. Harganya lebih murah. Cuma Rp 4 ribu untuk tempe yang lebih tebal.
‘’Tapi, kualitas tetap di bawah dari kami. Namun tetap saja, dengan harga yang lebih murah juga mengancam kami sebagai produsen dari Gresik,” tuturnya.
Aminah mengaku, tempe buatannya itu dijual dengan harga Rp 1.000 tiga biji hingga harga tertinggi Rp 6 ribu. ‘’Sebetulnya, harga segitu dengan kondisi bahan baku semahal sekarang ini, masih sangat berat,’’ pungkasnya.