JawaPos.com – Selain minyak goreng, komoditas kedelai turut dikeluhkan. Bahkan, produsen tempe dan tahu sampai harus mogok produksi karena harga kedelai yang melambung. Di Depok, misalnya. Kemarin (21/2) ratusan produsen tahu dan tempe berunjuk rasa untuk menyampaikan keluhan mereka.
“Pemerintah tak bisa lagi tutup mata dengan nasib perajin tempe tahu. Importir dan distributor kedelai impor nggak seenaknya menaikkan harga,’’ kata Rasjani, ketua umum Paguyuban Dadi Rukun, di kawasan Cimanggis.
Dia mengklaim aksi unjuk rasa serupa dilakukan produsen tahu dan tempe di Jabodetabek.
Menurut Rasjani, saat ini kenaikan bahan baku kacang kedelai telah mencapai hampir 50 persen. Dari semula hanya Rp 8.000 per kilogram kini mencapai hampir Rp 12.000 per kilogram. Kondisi itu membuat produsen tidak mampu melakukan produksi. ’’Kami sudah tidak dapat memproduksi setelah harga bahan baku naik tajam,” jelasnya.
Aksi mogok tersebut akan dilakukan selama tiga hari. Setelah itu, jika tidak ada respons penurunan harga bahan baku kedelai, pihaknya akan menaikkan harga tahu dan tempe. Kalaupun saat ini ada yang memproduksi tahu dan tempe, ukurannya diperkecil.
Para produsen tempe dan tahu mengandalkan kedelai impor karena biji lebih besar daripada kedelai lokal. ”Kalau di sini kebanyakan dikecilin. Kalau dinaikin harganya nanti pelanggan pada kabur ke penjual yang lain. Kurang lebih sekitar satu ons pengurangannya, dengan harga Rp 5.000,’’ tutur Warisno, produsen tahu dan tempe di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, dilansir dari Tangerang Ekspres.
Di Surabaya, sekitar 500 produsen yang tergabung dalam Paguyuban Pengrajin Tempe dan Tahu Surabaya dan Sekitarnya juga memutuskan mogok selama tiga hari, terhitung sejak Senin hingga Rabu. Namun, bukan berarti tak berproduksi sama sekali.
Ketua Paguyuban Pengrajin Tempe dan Tahu Surabaya dan Sekitarnya Tarjuki menyebutkan, para produsen masih membuat tempe. Namun, tidak langsung didistribusikan karena membutuhkan proses tiga hari. ’’Prosesnya kan pencucian sampai perebusan. Nah, hari ini pencucian dulu. Besok dan Rabu perebusan. Kamis-nya baru jualan,’’ jelas Tarjuki kemarin.
Ukuran tempe dan tahu mungkin akan lebih kecil untuk sementara. Bergantung masing-masing produsen. ’’Tapi, biasanya menyesuaikan satu sama lain,’’ lanjutnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan mengatakan, pihaknya akan mendorong importir untuk segera memasukkan kedelai impor ke Indonesia. Menurut Oke, kedelai sebagai bahan baku industri tahu dan tempe penting untuk terjaga ketersediaannya. ’’Lebih baik bahan baku ada (meskipun) harga tinggi. Karena kalau kosong industri tidak bisa beroperasi,’’ ujarnya.
Kementerian Pertanian (Kementan) menyebutkan, ketersediaan kedelai saat ini dipengaruhi iklim dunia. Sementara itu, produksi kedelai nasional masih terbatas sehingga pilihan utamanya kedelai impor. ’’Negara-negara yang selama ini memasok kedelai ke Indonesia sedang mengalami anomali cuaca sampai gagal panen,’’ ungkap Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementan Yuris Tiyanto. Negara pengirim kedelai yang mengalami anomali cuaca itu adalah Brasil dan sejumlah negara Amerika Latin lainnya.
Kementan terus berupaya membangkitkan ekosistem kedelai nasional. Dengan begitu, bisa meningkatkan minat petani terhadap kedelai. Yuris menyebutkan, tahun ini kementeriannya memfasilitasi pengembangan kedelai seluas 52 ribu hektare. Upaya fasilitasi itu dilakukan dengan pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR).
Dia mengatakan, lahan pertanaman kedelai tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Di antaranya, Provinsi Sulawesi Selatan, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Jambi, dan Banten.
Tahun ini produksi kedelai nasional diproyeksikan berada di angka 594 ribu ton. Turun dibandingkan proyeksi 2021 sebesar 613 ribu ton. Kemudian, proyeksi hasil kedelai nasional tahun depan berada di kisaran 576 ribu ton dan 558 ribu ton pada 2024.
Sementara itu, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto menyesalkan krisis kedelai yang terjadi. Pasalnya, fluktuasi harga kedelai impor yang mengakibatkan harga produk tahu dan tempe ikut terkerek merupakan kasus klasik yang terus terulang. ’’Saya merasa pemerintah tidak serius dalam mewujudkan swasembada kedelai nasional. Padahal, swasembada pangan adalah hal mutlak yang harus dicapai oleh sebuah negara,’’ ungkapnya kepada Jawa Pos kemarin.