JawaPos.com – Dalam Kurikulum Merdeka, dikatakan bahwa penjurusan IPA, IPS dan Bahasa bagi pelajar SMA kini telah dihapuskan. Jadi, para siswa dapat memilih mata pelajaran yang mendukung studinya di perguruan tinggi.
Namun, hal itu disebut bukan hal baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Said Hamid Hasan mengatakan bahwa model tersebut sudah ada di Kurikulum 2013, meskipun implementasinya belum sempurna.
Sekolah yang sudah mencoba pun mengaku bingung dalam menerapkan kurikulum tersebut tersebut. Dalam pertemuan dengan kepala sekolah, kata dia banyak yang angkat tangan ketika peserta didik dibebaskan lintas minat.
“Persoalan implementasi yang membebaskan seperti itu bukan masalah ringan, kita pernah bertemu kepala sekolah di Jakarta. Konsep itu sudah ada soal bidang minat ini dan dilepas, apa yang terjadi? kepala sekolah itu angkat tangan semua,” ucapnya dalam siaran Vox Populi Institute Indonesia, Selasa (22/2).
Menurut dia, proses penghapusan sekat-sekat tersebut memerlukan administrasi akademik yang rumit. Salah satunya adalah perubahan sistem yang harus didukung oleh infrastruktur yang memadai.
“Karena itu memerlukan administrasi akademik yang bukan main, kalau tidak ada komputer stand alone itu susah, itu yang harus dikaji ulang,” imbuhnya.
Dirinya memberikan contoh, pada perguruan tinggi ketika hendak mengambil jurusan kedokteran, mata pelajaran wajib yang perlu diambil adalah biologi dan kimia, sementara fisika tidak wajib. Hal itu sudah menjadi syarat oleh perguruan tinggi.
Akan tetapi, jika siswa mengambil jurusan fisika dan biologi, maka dia tidak bisa masuk jurusan kedokteran. Jadi, sebaiknya perlu diarahkan kembali soal peminatan ini, atau sistem SNMPTN yang diubah.
“Kalau mau ke kedokteran harus biologi dan kimia, apakah perguruan tinggi sudah sepakat soal hal itu, kalau sepakat itu sistem seleksi SNMPTN itu berubah, tidak seperti sekarang, tapi kalau seperti sekarang banyak anak yang menjadi korban,” tutupnya.