JawaPos.com – Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko melalui kuasa hukumnya Otto Hasibuan membantah tudingan jika dirinya terlibat peredaran Ivermectin maupun ekspor beras. Hal itu menjawab tudingan Indonesia Corruption Watch (ICW).
“Bahwa tuduhan dan pernyataan ICW tersebut tidak bertanggungjawab karenanya merupakan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap klien kami dan telah merusak nama baik klien kami baik secara pribadi maupun sebagai Kepala Staf Presiden,” kata Otto kepada wartawan, Kamis (29/7).
Otto menyampaikan, Moeldoko tidak memiliki hubungan hukum dengan PT Harsen Laboratories selaku produsen Ivermectin. Moeldoko dipastikan bukan pemegang saham maupun terlibat di dalam direksi.
Kondisi yang sama juga terjadi di PT Noorpay Nusantara Perkasa. Di mana Moeldoko tidak pernah melakukan hubungan bisnis Ivermectin maupun impor beras, meskipun dia menjabat sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Namun, Otto membenarkan jika anak Moeldoko, Joanina Rachma adalah salah satu pemegang saham di PT Noorpay. “Kalau ini kan wajar orang berbisnis, dia punya hak keperdataannya untuk berbisnis, tetapi Pak Moeldoko baik secara pribadi maupun dalam jabatannya sebagai Kepala Staf presiden tidak ada hubungannya dengan PT Noorpay,” imbuhnya.
Atas dasar itu, Otto melayangkan somasi terbuka kepada ICW. Dia menuntur ICW membeberkan bukti-bukti jika Moeldoko terlibat peredaran Ivermectin maupun ekspor beras.
“Saya meminta, memberikan kesempatan kepada ICW dan kepada Egi 1×24 jam untuk membuktikan tuduhannya bahwa klien kami terlibat dalam peredaran ivermectin dan terlibat dalam bisnis impor beras,” tegasnya.
Apabila hal itu tidak bisa dibuktikan, Otto menuntut ICW mencabut tudingan kepada Moeldoko. ICW juga diharuskan meminta maaf secara terbuka melalui media cetak dan media sosial. Pasalnya, tudingan tersebut dianggap telah mebcemarkan nama baik Moeldoko.
“Kalau 1×24 jam sejak press release ini kami sampaikan kepada ICW, saudara Egi tidak membuktikan tuduhannya dan tidak mencabut ucapannya, dan tidak mencabutnya pernyataannya, dan tidak bersedia meminta maaf kepada klien kami secara terbuka, maka dengan sangat menyesal tentunya kami akan melaporkan kasus ini kepada yang berwajib;” pungkas Otto.
Sebelumnya, ICW menelusuri dugaan keterkaitan anggota partai politik, pejabat publik, dan pebisnis dalam penggunaan obat Ivermectin untuk menanggulangi Covid-19. Polemik Ivermectin menunjukkan krisis pandemi Covid-19 dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mendapat keuntungan.
Peneliti ICW Egi Primayogha menjelaskan, polemik Ivermectin dimulai sejak Oktober 2020 ketika dokter dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories, Herman Sunaryo, menyebutkan Ivermectin dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan Covid-19.
“Polemik lalu berlanjut pada awal Juni 2021, ketika PT Harsen Laboratories, mengumumkan telah memproduksi Ivermectin, obat yang diklaim sebagai alternatif terapi Covid-19,” kata Egi dalam keterangannya, Kamis (22/7).
“Selang beberapa waktu kemudian, Menteri BUMN mengirimkan surat ke BPOM dengan nomor S-330/MBU/05/2021 yang berisi pengajuan permohonan penerbitan Emergency Use Authorization untuk Ivermectin. Setelah mendapat peringatan dari BPOM, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan akan memproduksi Ivermectin sebanyak 4,5 juta dosis yang akan diedarkan oleh PT Indofarma,” sambungnya.