PPKM darurat yang berlanjut dengan PPKM level 4 membuat penjualan bendera di Kampung Bendera Darmokali, Wonokromo, belum menggembirakan. Belum terlihat tanda-tanda omzet penjualan yang melonjak. Padahal, hari ulang tahun kemerdekaan 17 Agustus tinggal beberapa hari lagi.

UMAR WIRAHADI, Surabaya

DERU kendaraan yang berlalu-lalang di depannya tak sedikit pun mengganggu konsentrasi Suparlan. Pandangan matanya fokus ke depan. Pria 60 tahun itu sibuk menuntaskan pembuatan bendera dengan mesin jahit butut miliknya. Dia menjahit bendera Merah Putih ukuran 120 x 180 cm. ’’Mengko bengi arep dijupuk sing pesen,’’ kata Suparlan dengan suara serak.

Dia pun mengebut pembuatan bendera itu. Selain bendera Merah Putih, Suparlan mengerjakan pernak-pernik lain yang sudah dipesan pembeli. Di antaranya, umbul-umbul dengan berbagai bentuk. Ada juga rumbai-rumbai merah putih yang biasa dipasang di dalam ruangan. ’’Ada yang pesan sedikit-sedikit. Disyukuri saja,’’ tutur pria yang sudah sepuluh tahun menggeluti bisnis bendera itu.

Suparlan merupakan satu di antara puluhan warga Darmokali yang menekuni pembuatan dan penjualan bendera. Agustus adalah musim panen. Penjualan bendera laris manis. Instansi pemerintahan, kantor BUMN, perusahaan swasta, hingga pengurus RT/RW berburu bendera di Darmokali. Tak sedikit penjual yang kehabisan stok sebelum momen 17 Agustus tiba. Tapi, itu dulu.

Momen Agustus tahun ini tidak ’’secerah’’ tahun-tahun sebelum pandemi. Pandemi yang berkepanjangan dan PPKM yang berturut-turut membuat omzet penjualan bendera anjlok secara drastis. Sejauh ini omzet penjualan belum menggembirakan. ’’Turunnya sampai 50–60 persen,’’ tutur Anggi Ega Della Arifin, penjual lainnya.

Sebelum pandemi, lanjut dia, Juli–Agustus adalah momen mendapatkan untung sebanyak-banyaknya dari penjualan bendera. Dia biasa mendatangkan dua truk kain bendera plus pernak-pernik hari kemerdekaan. Modalnya ratusan juta hingga miliaran rupiah. Dia mendatangkan kain dari Bandung, Jawa Barat.

Biasanya Anggi menjual dalam bentuk grosir. Pemesannya dari luar kota hingga luar pulau. Pengiriman besar-besaran biasanya dilakukan mulai awal Juli hingga pekan pertama Agustus. Sebab, mendekati momen 17 Agustus, semua bendera dan pernak-perniknya mulai dipakai sesuai keperluan. Misalnya, pawai, karnaval, lomba Agustusan, dan paskibra. ’’Sekarang memang ada pengiriman ke luar kota dan luar pulau. Tapi, dibanding dulu-dulu, sekarang sangat jauh berkurang,’’ tuturnya.

Dalam kondisi pandemi saat ini, pihaknya menurunkan jumlah stok. Sebab, permintaan berkurang. Apalagi, selama PPKM level 4, jarang ada pengunjung yang datang secara fisik untuk membeli.

Adanya kebijakan pembatasan mobilitas membuat orang malas keluar rumah. Apalagi hanya untuk membeli bendera. ’’Karena kurang (pembeli, Red), stok juga kami kurangi. Mungkin sekarang tidak sampai satu truk,’’ ujar Anggi.

Bagaimana sulitnya situasi, pedagang harus tetap bertahan. Kampung bendera pun tidak kehilangan cara. Berbagai cara dilakukan untuk tetap mempertahankan pembeli. Salah satunya menciptakan motif-motif baru. Tahun ini ada beberapa motif. Termasuk umbul-umbul. Bentuknya tidak monoton. Ada model baru dengan menambahkan variasi motif. Di bagian tengah ditempelkan motif bintang. Lalu, ada merah di tengah-tengahnya.

By admin