Bermula dari 150 pemuda yang berempati pada pemkot. Kini jumlahnya berlipat ganda. Sebanyak 2.500 warga bergabung dalam Relawan Surabaya Memanggil. Mereka berikrar terus membantu pemkot membendung persebaran Covid-19.
ARISKI PRASETYO, Surabaya
SIANG itu, tepatnya pada 2 Juli lalu, sejumlah warga berbaris rapi di halaman balai kota. Jumlahnya berkisar 50 orang. Sebagian besar adalah anak-anak muda.
Terik mentari tidak lagi menjadi penghalang. Cuaca panas justru menjadi pemantik api semangat para pemuda itu. Sebab, tujuan mereka jauh lebih besar. Tak jadi soal tubuh menghitam, asal cita-cita jangan berubah kelam.
Selang beberapa menit, Wali Kota Eri Cahyadi tiba. Dia beranjak menuju podium. Pria 44 tahun tersebut lantas menyampaikan kondisi Kota Pahlawan. Kala itu, virus korona tengah mengamuk.
Lebih dari 1.000 warga menjalani isolasi mandiri (isoman). Ratusan pasien tutup usia. Amuk wabah penyakit asal Tiongkok itu membuat pemkot kewalahan. Mau tidak mau, pemkot meminta bantuan. Seluruh pihak diajak ikut berperang melawan pandemi yang entah sampai kapan berakhir. ’’Warga Surabaya harus bisa memenangkan pertempuran melawan Covid-19,’’ ujarnya.
Asa pemkot ada pada puluhan pemuda itu. Mereka diminta menyingsingkan lengan. Terjun langsung membantu pemkot. ’’Kami ajak panjenengan bergabung pada gerakan Surabaya Memanggil,’’ tegasnya.
Gayung pun bersambut. Sebanyak 50 anak muda itu bersatu padu menjadi relawan. Membantu pemkot membendung Covid-19. Apel tersebut menjadi sejarah terbentuknya Surabaya Memanggil.
Surabaya Memanggil tidak sebatas jargon. Bukan hanya kata-kata penyemangat. Lebih dari itu, Surabaya Memanggil menjadi gerakan utama melawan Covid-19.
Selepas terbentuk, relawan segera bekerja. Mereka membuka pendaftaran. Mengajak warga lain yang ingin mengabdikan diri berperang melawan virus korona. Tanpa imbalan. Tanpa bayaran.
Gerakan sosial itu memantik antusiasme warga. Animo melejit. Dari puluhan anggota menjadi ratusan orang. Saat ini jumlah relawan Surabaya Memanggil mencapai ribuan orang.
Koordinator Relawan Surabaya Memanggil Aryo Seno Bagaskoro menuturkan bahwa kekuatan relawan cukup besar. Selepas pendaftaran dibuka, jumlahnya mencapai 2.500 orang. ’’Ini menunjukkan empati arek Suroboyo sangat tinggi melawan pandemi,’’ paparnya.
Di bidang kedaruratan, tugas relawan beragam. Mereka menjadi driver ambulans serta tenaga kesehatan (nakes). Membantu nakes di Rumah Sakit Lapangan Tembak (RSLT), Rumah Sakit GOR Indoor GBT, serta puskesmas. Selain itu, relawan membantu kerja dinas sosial (dinsos). Setiap hari pemuda dilibatkan dalam antar jemput jenazah. Bertugas di TPU Keputih serta menjadi tenaga cepat pengisian oksigen.
Tentu pekerjaan itu tidaklah mudah. Relawan rata-rata belum mengetahui tugas yang hendak dikerjakan. Sebab, kondisi di lapangan berbeda dengan teori. Menurut Seno, tidak sedikit relawan yang memilih mundur sebelum bertugas lantaran tak kuat mendengar beban kerja yang diberikan. Khawatir terpapar Covid-19. ’’Dari 2.500 orang, saat ini yang aktif di lapangan mencapai 1.000 relawan,’’ ucapnya.
Terhitung sudah satu bulan relawan mengabdi. Setiap hari mereka menghadapi musuh yang tak kasatmata. Yaitu, virus korona. ’’Kami ada saat injury time,’’ ucapnya.
Alhasil, setelah menggelar deklarasi, tidak ada waktu istirahat. Relawan langsung tancap gas. Membantu para petugas yang terlebih dahulu berjibaku di lapangan.
Contohnya, relawan yang bertugas antar jemput jenazah. Awal bertugas, angka kematian di Surabaya sangat tinggi. Dalam satu hari, jumlahnya bisa mencapai 170 pasien yang tutup usia. ’’Kami melekan setiap hari antar jemput jenazah,’’ jelasnya.
Belum lagi, ada sejumlah relawan yang belum terbiasa mengurus pasien yang tutup usia. Melihat jenazah seketika ndredek. ’’Yo, dikuat-kuatno,’’ ujarnya.
Semangat menjadi kunci relawan bertahan. Yang semula hendak mundur jadi memiliki kekuatan. ’’Sekarang wis tatak nek nontok jenazah,’’ ucap pria yang juga menjadi ketua Taruna Merah Putih itu.
Tim pengisian oksigen juga bermandi peluh. Setiap hari mereka menjadi penghubung antara puskesmas dan tempat pengisian oksigen. Ketika oksigen habis, relawan harus secepatnya mengisi ulang.
Pria 21 tahun itu menuturkan, relawan pengisian oksigen tersebut bernama runner. Nama itu sengaja dipilih karena tim harus kerja cepat. Mengisi kekosongan tabung oksigen. Selama 24 jam relawan berkeliling. Dari satu puskesmas ke puskesmas lain. Ketika tabung kosong, mereka bergegas membawa ke tempat pengisian oksigen.
Usaha keras para relawan membuahkan hasil. Kondisi Surabaya saat ini membaik. Bed occupancy ratio (BOR) yang semula 100 persen turun menjadi 70 persen. Kebutuhan oksigen tidak sebanyak sebelumnya. Namun, kerja relawan belum usai.
Seno menuturkan, perang melawan pandemi masih panjang. Sebab, bisa jadi virus itu kembali bermutasi.