JawaPos.com – Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Sujanarko menegaskan, Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK, sangat berbeda dengan Peraturan Pimpinan (Perpim) KPK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK. Pria yang karib disapa Koko ini menyebut, Perkom 7/2012 biaya perjalanan dinas seluruhnya menerapkan batasan-batasan yang jelas.
Sebab KPK secara kelembagaan berdalih, biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh panitia penyelenggara, sudah berjalan sejak 2012. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Perkom Nomor 7 Tahun 2012 Pasal 3 huruf g, hal komponen biaya perjalanan dinas dibayarkan oleh pihak/instansi lain maka terhadap komponen biaya yang telah ditanggung tersebut tidak dibebankan lagi pada anggaran komisi.
“Jelas beda maksud isi Perkom 7/2012 dengan Perpim 6/2021. Perkom lama spiritnya seluruh pembiayaan dibiayai oleh KPK dengan menerapkan batasan-batasan yang jelas, tetapi mengakomodasi bila ada pembiayaan dari lembaga lain diatur dengan sangat terbatas, dengan kondisional,” kata Koko dalam keterangannya, Selasa (10/8).
Koko menegaskan, sejak 2012 tidak pernah KPK dibiayai oleh APBN lain kecuali anggaran lembaga antirasuah itu sendiri. Hal ini semata untuk menjaga independensi KPK dan menghindari konflik kepentingan.
“Perpim yang baru justru mengharapkan dibiayai oleh panitia pengundang,” ucap Koko.
Koko tak memungkiri, aturan ini juga akan menimbulkan komplikasi baru terkait kode etik KPK. Dia mencontohkan, hal ini bisa saja terjadi saat panitia penyelenggara melakukan jamuan makan di restoran atau penyambutan berlebihan akan sulit dihindari.
“Padahal di korporasi, bahkan BUMN luxurious hostapility sudah dilarang, akan tetapi di Perpim perjalanan dinas baru KPK sama sekali tidak diatur,” sesal Koko.
Dia menduga, akan banyak daerah yang menganggarkan untuk mengundang KPK sebagai narasumber. Terlebih memang KPK mempunyai alat untuk memferivikasi anggaran daerah terkait kepentingan pemberantasan korupsi di daerah.
“Akan sulit pegawai KPK menjaga kredibilitas, kewibawaan dan indepedensi kalau KPK datang ke daerah dijemput, dikasih uang harian, dibiayai hotel, dikasih makan dan lainnya,” cetus Koko.
Dia menyesalkan langkah Pimpinan KPK yang dikomandoi Firli Bahiri mengubah aturan perjalanan dinas yang kini bisa dibiayai oleh panitia penyelenggara. Dia mempertanyakan, apa aturan tersebut akan memperkuat KPK atau justru meruntuhkan kinerja KPK.
“Peraturan perjalanan dinas ini secara nyata akan menghancurkan branding pegawai KPK yang unik terkait indenpedensi pegawai. Sebelum peraturan perjalanan dinas ini merusak lebih dalam ke pegawai KPK, saran saya untuk dicabut saja,” pungkas Koko.