JawaPos.com – Penambahan jumlah dan volume limbah, khususnya limbah medis yang semakin meningkat belum diimbangi dengan kapasitas pengolahan limbah yang memadai. Untuk itu, pemerintah melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berupaya untuk memanfaatkan teknologi pengolah limbah dan teknologi daur ulang untuk memenuhi peningkatan kebutuhan pengolahan limbah tersebut.
“Ada beberapa teknologi yang sudah proven (terbukti) yang dikembangkan oleh teman-teman kita untuk membantu peningkatan jumlah kapasitas pengolahan limbah ini secara signifikan. Khususnya adalah teknologi yang bisa dipakai untuk pengolahan limbah di skala yang lebih kecil dan sifatnya mobile,” ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko dalam keterangannya, Kamis (29/7).
Menurutnya, penggunaan teknologi tersebut diharapkan bisa menjangkau daerah-daerah yang memiliki penduduk relatif sedikit dengan skala limbah yang juga tidak banyak. Selain itu, teknologi itu juga diyakini lebih hemat dibandingkan membuat insinerator terpusat dalam skala besar.
“Kalau kita harus membangun insinerator besar itu tentu akan jauh lebih mahal dan juga menimbulkan masalah terkait dengan pengumpulan, karena pengumpulan dari limbah ke insinerator yang terpusat juga menimbulkan biaya tersendiri,” tutur dia.
Selain itu, diusulkan juga teknologi daur ulang limbah medis yang berpotensi memunculkan nilai tambah secara ekonomi. Cara ini diyakini akan meningkatkan kepatuhan fasilitas kesehatan yang menghasilkan limbah, karena ada insentif finansial dari bisnis daur ulang tersebut serta berpotensi mengurangi biaya pengelolaan limbah secara keseluruhan.
“Alat penghancur jarum suntik yang bisa menghasilkan residu berupa stainless steel murni, dan juga daur ulang untuk APD dan masker yang bahannya adalah polypropylene, sehingga kita bisa peroleh propylene murni. Nenis plastik propylene murni yang nilai ekonominya juga cukup tinggi,” jelasnya.
Adapun, saat ini sarana pengelolaan limbah medis tidak sebanding dengan penambahan volume yang semakin meningkat. Sekarang baru 4,1 persen dari seluruh rumah sakit di Indonesia yang memiliki fasilitas insinerator yang berizin.
“Kemudian juga di seluruh indonesia baru ada 20 pelaku usaha pengelolaan limbah, hampir semuanya masih terpusat di Pulau Jawa. Jadi distribusinya belum merata,” jelas Laksana.