JawaPos.com – Presiden Tiongkok, Xi Jinping, menyerukan agar militernya terus memperkuat diri. Hal itu membuat sejumlah pakar memprediksi adanya kemungkinan perang bisa terjadi di Asia, salah satunya terkait Taiwan.
Pembahasan soal itu dilakukan oleh para pakar di Universitas LaTrobe. Xi Jinping disebut menggunakan segala cara untuk menegaskan kontrol teritorial atas wilayah yang beragam seperti Himalaya, Laut Cina Selatan dan Timur, dan Taiwan.
“Sekarang negara-negara tetangga mulai mendorong kembali. Jepang dan India telah mulai mengkoordinasikan kegiatan militer mereka. Filipina telah membatalkan keputusannya untuk mengakhiri aliansinya dengan Amerika Serikat. Vietnam menyambut baik kunjungan Angkatan Laut AS ke pelabuhannya,” kata Oriana Skylar Mastro dari Freeman Spogli Institute for International Studies, Stanford University.
Menurutnya, sekarang negara-negara Eropa menghidupkan kembali persahabatan yang telah lama terabaikan dengan mengirimkan kapal perang melalui wilayah tersebut. Jika terjadi perang, Oriana mengatakan tak akan terjadi tahun ini.
“Saya tidak berpikir itu tahun ini. Tapi saya rasa pasti dalam enam sampai tujuh tahun ke depan,” jawab Oriana.
Sementara itu, pakar dari Asia Society, Guy Boekenstein, mengatakan kemungkinan bentrokan bersenjata bisa saja terjadi. “Saya tidak berpikir kita akan melihat perang tradisional skala penuh dalam lima hingga 10 tahun ke depan. Tapi saya pikir (ada) potensi salah perhitungan strategis,” katanya.
Pakar menilai saat ini Tiongkok makin maju di semua lini. Secara teritorial, ekonomis, diplomatis. “Orang menilai bahwa orang Tiongkok lebih suka zona abu-abu, pemaksaan, perang politik, semua hal semacam itu. Dan saya sangat setuju kecuali dengan Taiwan,” kata Oriana.
“Anda tidak akan mendapatkan kendali politik penuh atas Taiwan melalui metode-metode itu. Dan Xi telah menyematkan warisannya pada nasib pulau itu. Xi sudah jelas. Dia ingin masalah ini diselesaikan,” katanya.
Taiwan memang terus dipertahankan oleh Tiongkok tetap menjadi wilayahnya. Segala upaya dilakukan agar Taiwan tak lepas. Apalagi, Taiwan menjalin hubungan erat dengan AS. Teranyar, AS menjual senjata atau alutsista kepada Taiwan.
“Ada persaingan strategis yang sangat lama terpendam di kawasan ini untuk waktu yang cukup lama,” kata Boekenstein. “Kami tiba-tiba melihat peningkatan aktivitas militer,” tambahnya.
AS Siap Hadapi
Menurut Oriana, Amerika Serikat 100 persen akan siap menyambut perang. “Dalam pandangan saya, Amerika Serikat benar-benar akan merespons,” katanya.
“Salah satu alasan utama Tiongkok mungkin karena mereka berpikir bahwa mereka bisa menang. Dan bukan hanya mereka bisa menang jika Amerika Serikat tidak melakukan intervensi, itu jelas dijamin, tetapi mereka bisa menang bahkan jika Amerika Serikat melakukan intervensi,” jelasnya.
Kemenangan itu bukan karena Tiongkok lebih kuat dari AS. Akan tetapi itu karena Tiongkok lebih dekat ke Taiwan. “Ada kemungkinan Tiongkok dapat bergerak bahkan sebelum Amerika Serikat punya waktu untuk merespons,” katanya.
Sementara Boekenstein mengatakan Australia hampir pasti akan menjadi bagian dari koalisi yang menanggapi agresi Tiongkok. “Jika kita melihat secara realistis Angkatan Pertahanan Australia dan kemampuan kita untuk memproyeksikan kekuatan atau membela Australia, kami memiliki militer yang sangat kecil tetapi sangat mampu. Tetapi aliansi dan kemitraan akan selalu secara fundamental mendukung pertahanan dan keamanan kita,” kata Boekenstein.