JawaPos.com – Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berakhir hari ini (9/8). Kebijakan mengenai perpanjangan atau tidaknya PPKM tersebut bakal ditentukan hari ini pula. Dan tentu akan berpengaruh pada berbagai sektor, salah satunya dunia pendidikan.

Sekretaris Dinas Pendidikan Jatim Ramliyanto mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan dari Kemendikbud untuk menentukan arah kebijakan mengenai sekolah. ”Begitu diputuskan, kami akan langsung berkoordinasi untuk pembukaan sekolah secara bertahap pasca-PPKM. Kalau skenarionya tetap sama seperti sebelum PPKM. Zona hijau dan kuning berbasis kecamatan sudah bisa memulai pembelajaran. Oranye dan merah masih daring dan bisa dikombinasikan praktik dengan prokes. Sebetulnya kan sudah pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas 13 Juli lalu ya. Jadi, bisa dipastikan kondisinya sangat siap,” paparnya kepada Jawa Pos.

Ramli, sapaan Ramliyanto, menduga PPKM tidak akan diperpanjang. Namun, tetap akan diberlakukan semacam skema-skema di setiap daerah. Terutama yang kasus hariannya masih tinggi. ”Dugaan saya tidak diperpanjang. Tapi, kita tunggu pengumuman keputusan besok (hari ini, Red). Secepatnya akan kita siapkan untuk PTM terbatas ketika tidak diperpanjang. Semua sekolah sudah sangat siap,” imbuhnya.

Nanti, jelas Ramli, bisa jadi kebijakan akan ditentukan berdasar level Kota Surabaya. Level yang dimaksud merujuk pada klasifikasi WHO yang menghitung per seribu warga yang terpapar korona. Sehingga nanti harus menunggu keputusan pemkot dan pemprov, Surabaya ada di level berapa. ”Secara garis besar akan kurang lebih sama. PTM terbatas diisi antara 20 sampai 25 persen siswa. Dengan prosedur izin pemda setempat, izin ortu, dan kesiapan sarpras. Kami ingin anak-anak dan sekolah nyaman,” paparnya.

Ramli tidak memungkiri bahwa tingkat kemampuan baca tulis atau literasi anak-anak memang menurun drastis rata-rata sampai 20 persen karena hanya belajar secara online. Belum lagi persoalan-persoalan lain yang mengarah pada problem psikososial. Orang tuanya tidak bisa mendampingi, pertengkaran keluarga, jenuh di rumah, stres, hingga KDRT.

”Memang sudah terbukti, pembelajaran online di masa pandemi menurunkan kemampuan literasi. Angka putus sekolah meninggi. Tidak sedikit pula yang terpaksa bekerja selama pandemi untuk ikut menyokong kebutuhan keluarga,” ungkapnya. Ramli juga mengutip rilis dari Kemendikbud yang menyatakan bahwa salah satu problem serius sekolah daring adalah 78 persen siswa sulit berkonsentrasi.

Ramli menegaskan, alternatif paling baik ialah menjamin pendidikan anak-anak tetap berlangsung. Dengan berbagai upaya. Tanpa membandingkan dengan kondisi sebelum pandemi. ”Sebab, kalau dibandingkan, ya tentu jauh berbeda antara masa normal dan sekarang. Upayanya seperti menyediakan platform-platform digital, bantuan kuota internet gratis, dan anjungan belajar mandiri,” paparnya.

”Soal inovasi itu running well. Bahkan, Pak Kadis mengklaim bahwa momentum inovasi pendidikan adalah ketika pandemi sekarang ini. Banyak inovasi pembelajaran berbasis teknologi maupun metode yang ditelurkan, terutama oleh tenaga pendidik, bermunculan satu per satu saat Covid. Contohnya membuat platform digital sekolah untuk digunakan saat ujian,” terangnya.

 

By admin