JawaPos.com–Tim Reskrim Polres Pamekasan menjerat pasal berlapis kepada lima orang mahasiswa perusak fasilitas kampus saat berunjuk rasa menuntut pemotongan uang kuliah tunggal (UKT) pada 30 Juli.
”Empat di antara mahasiswa pelaku perusakan itu dijerat dengan pasal 170 dan pasal 406 KUHP,” kata Kasubbag Humas Polres Pamekasan AKP Nining Dyah seperti dilansir dari Antara di Pamekasan, Jawa Timur, Senin (9/8).
Keempat mahasiswa itu masing-masing berinisial IFD, 21, dan MDA, 21, keduanya warga asal Kecamatan Pademawu; IT, 20, asal Kecamatan Proppo; dan MAK, 20, asal Kecamatan Pakong, Pamekasan.
IFD dan MDA ditangkap tim Reskrim Polres Pamekasan pada 2 Agustus, IT pada 3 Agustus, sedangkan MAK pada 4 Agustus. Nining menjelaskan, ancaman jerat pasal 170 tersebut tentang pengeroyokan, sedangkan pasal 406 tentang perusakan.
Satu tersangka lainnya yakni Presiden Mahasiswa (Presma) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura berinial SB, dijerat dengan lima pasal. Yakni pasal 160, 170 ayat (1), pasal 187 ayat (1) ke (1), dan pasal 406 ayat (1) KUHP jo 55 KUHP.
”SB ini dijerat dengan lima pasal, karena yang bersangkutan merupakan penggagas, penggerak sekaligus koordinator lapangan unjuk rasa rusuh di kampus IAIN Madura yang terjadi pada 30 Juli tersebut,” ungkap Nining.
SB sempat menghilang selama sembilan hari, lalu menyerahkan diri ke Mapolres Pamekasan pada 7 Agustus. Menurut Nining, total jumlah tersangka dalam unjuk rasa rusuh di kampus IAIN Madura itu sebanyak delapan orang. Lima telah tertangkap, sedangkan tiga orang lainnya masih buron dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) tim Reskrim Polres Pamekasan.
Kasus unjuk rasa rusuh yang digerakkan Presma IAIN Madura itu, menuntut penurunan UKT 50 persen dari 30 persen yang ditetapkan pihak kampus. Awalnya unjuk rasa berlangsung damai, namun berubah menjadi rusuh.
Sejumlah fasilitas kampus dirusak, seperti kaca aula dan pos pengamanan dibakar pengunjuk rasa yang dikomandani Presma IAIN Madura berinisial SB tersebut.
Sebelumnya Rektor IAIN Madura Mohammad Kosim menyatakan, unjuk rasa rusuh yang berujung perusakan fasilitas kampus itu telah melampau batas moral dan etika mahasiswa. Apalagi oleh mahasiswa di kampus Islam.
Oleh karena itu, dia meminta polisi mengusut secara tuntas kasus itu, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. ”Silakan menyampaikan aspirasi, karena negara ini negara demokrasi. Tapi jangan melakukan perusakan seperti itu, karena apapun alasannya kekerasan dan perusakan itu merupakan bentuk perbuatan melanggar hukum,” ucap Kosim.