JawaPos.com – Penurunan kinerja industri ritel akibat pandemi diperkirakan turut berdampak pada penerimaan negara, baik dari pajak maupun cukai. Salah satunya, industri hasil produk tembakau lainnya (HPTL) yang kontribusi cukainya juga menurun di tahun ini.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani mengatakan, sampai dengan semester I 2021, realisasi cukai HPTL hanya Rp 298 miliar. Perolehan tersebut turun sebesar 28 persen dibandingkan semester I 2020 yang senilai Rp 415 miliar (year-on-year/YoY).
“Sampai semester I, realisasi cukai HPTL turun 28 persen dibandingkan tahun lalu. Sementara sampai akhir 2021 diupayakan target penerimaan senilai Rp 680 miliar,” ujarnya, Senin (9/8).
Seperti diketahui, penerimaan cukai HPTL sepanjang 2020 adalah sebesar Rp 690 miliar. Oleh karena itu, agar tidak menurun tajam, Askolani berharap para pelaku industri HPTL dapat memanfaatkan kebijakan relaksasi pembayaran pita cukai melalui PMK 93/2021 yang memungkinkan penundaan pembayaran pita cukai hingga 90 hari.
“Melalui PMK 93/2021 para pelaku usaha HPTL dapat memanfaatkan relaksasi pembayaran cukai bulanan sampai Oktober 2021,” tuturnya.
Kebijakan relaksasi pembayaran cukai ini juga diharapkan dapat menjadi penopang pertumbuhan cukai hasil tembakau (CHT) yang ditargetkan mencapai Rp173 triliun tahun ini, tumbuh tipis 1,7 persen (YoY) dibandingkan realisasi tahun lalu senilai Rp 170 triliun. Hal ini disambut baik oleh pengusaha HPTL.
Ketua Asosiasi Pengusaha Penghantar Nikotin Indonesia (Appnindo) Roy Lefrans, yang mengatakan bahwa pengusaha telah mulai memanfaatkan kebijakan relaksasi pembayaran cukai tersebut. Menurutnya, kebijakan ini turut membantu menjaga arus kas perusahaan di kala pandemi kini. Terlebih, sebagian besar pelaku usaha HPTL umumnya adalah UMKM.
Meski demikian, lanjutnya, Askolani mengaku kebijakan tersebut tidak serta merta dapat mendorong pemesanan cukai dari pelaku HPTL. Sebab, penjualan produk-produk HPTL memang tengah lesu.
Sampai semester I 2021 penjualan HPTL menurun sampai 50 persen, sementara sampai akhir tahun penurunan penjualan diperkirakan mencapai 30 persen. “Karena kondisi penjualannya memang sedang lesu, toko-toko banyak yang tutup permanen, sehingga produsen mengurangi produksi dan memesan pita cukai dengan jumlah terbatas,” ungkapnya.
Menurut Roy, kebijakan lain yang saat ini juga dibutuhkan guna mendukung industri HPTL adalah kebijakan untuk mempertahankan beban cukai agar tidak memberatkan industri maupun konsumen di tahun depan. Hal itu ditujukan agar menjaga daya beli dan mendorong penjualan. Dengan demikian, produsen dapat kembali meningkatkan produksi dan memesan pita cukai dengan jumlah yang lebih besar.
“Diharapkan pemerintah mempertimbangkan keseimbangan antara kontribusi industri HPTL terhadap negara, dan menjaga keberlangsungan industrinya sendiri, mengingat industri HPTL masih sangat baru dan memiliki potensi besar,” pungkasnya.