JawaPos.com – PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) selaku perusahaan pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) mengungkapkan, limbah medis yang diolah di masa pandemi mengalami peningkatan. Angka peningkatannya bahkan sangat signifikan.

“Terkait jumlahnya itu naik cukup signifikan, data 1 Januari sampai 31 Desember 2020 itu 27 ribu ton. 2021 ini seiring kasus juga meningkat, dari 1 Januari sampai 30 Juni 79 ribu ton,” ujar Senior Engineer PPLI Muhammad Yusuf Firdaus dalam Bincang Redaksi JawaPos.com dikutip, Senin (9/8).

Untuk penanganan limbah medis sendiri yang berkategori limbah infeksius, kemasannya tidak akan dibuka untuk meminimalisir adanya penularan di lokasi. Dalam pengolahannya, limbah medis akan dibakar dan hasilnya yang berupa abu akan ditaruh di landfill (bukit limbah).

“Kategori limbah infeksius karena ada Covid-19, protokol terhadap limbah medis ini tidak kami buka lagi kemasannya, kita tidak bedakan lagi mana yang masker, mana yang APD bekas. Kalau di dokumen pengangkutan adalah limbah infeksius nanti akan langsung dikelola sebagai limbah infeksius. Tidak ada perubahan treatment, itu harus diolah dengan cara thermal atau eksinerator,” terang dia.

Adapun Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sebelumnya meminta agar dana yang ada diintensifkan untuk membuat sarana pengolahan limbah medis yang jumlahnya meningkat selama pandemi. Tercatat hingga 27 Juli ini, limbah medis mencapai 18.460 ton.

Selain itu, untuk di rumah tangga sendiri juga terdapat limbah B3, mulai dari lampu bohlam hingga baterai. Hal ini juga memiliki potensi yang berbahaya bagi, oleh karena itu dalam pengolahan limbah B3 pihak PPLI turut memberikan edukasi masyarakat.

“Rutin di beberapa desa tentang bagaimana memilah sampah mereka, menanam pohon, kerjasama dengan pemerintah juga kita lakukan seperti sosialisasi kepada kelurahan dan kecamatan untuk limbah elektronik,” ucap Public Relations Manager PPLI Arum Tri Pusposari.

“Kita beri edukasi kalau limbah elektronik itu berbahaya kategori B3. Kita juga taruh drop box di halte TransJakarta, kantor KLHK, di dinas lingkungan hidup juga supaya masyarakat sadar jadi mereka bisa buang melalui drop box PPLI,” sambungnya.

Adapun, tanggung jawab untuk perawatan lingkungan agar tidak tercemar limbah B3 ini merupakan kewenangan pemerintah. Pihaknya hanya dapat memberikan edukasi dan kerjasama dengan dinas lingkungan hidup seperti drop box.

Sementara itu, untuk kesadaran para korporasi dalam mengelola limbah B3 dalam 20 tahun terakhir ini juga mulai meningkat. Hal tersebut karena tekanan konsumen yang menginginkan produk melalui proses ramah lingkungan.

“Begitu juga program dari pemerintah seperti Proper (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan) dari KLHK, kalau mereka mengelola lingkungan dengan baik, mereka akan mendapat peringkat yang bagus dan itu menjadi image baik,” tambah dia.

Sekarang lokasi pengolahan limbah PPLI hanya berada di Bogor, Jawa Barat. Hal ini dirasa masih kurang untuk mengolah semua limbah dalam negeri, untuk itu rencananya akan membangun pabrik lain di Jawa Timur, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.

“Pemerintah sudah punya wacana untuk membuat fasilitas yg sama dan ppli juga akan menjadi bagian dari rencana pemerintah untuk ekspansi ke daerah indonesia. Ini cukup urgent,” pungkas Arum.

By admin